Melawan Dunia

Jofanina Fauziah
Chapter #1

Prolog

Baru kusadari kini, masalahnya: kurangnya kepercayaan diri. Semenjak dahulu itu yang membuatku aneh bersikap. Sungguh aku ini beda, tidak akan pernah sama dengan mereka. Sebenarnya ingin, tetapi Tuhan tak mengizinkan. Biarlah, biar arah membawaku menuju jalan lain menentang angin. Aku hidup tidak seperti kehidupan lain. Unik, tidak dapat dimengerti. Bahkan olehku sendiri.

Aku terpaku menatap langit kelam bertabur bintang. Seluruh bayang-bayang hidup dirajut dalam benak. Masa itu, masa lalu penuh liku akan lepas. Tetapi aku masih terus mencari setitik kekuatan yang berarti kini. Tidak akanlah kutangisi malam lagi. Aku masih di sini, tetap berdiri untuk terus berarti. Hari-hari memang harus dihadapi. Dunia sebaiknya jangan dimaklumi. Sampai kapan pun, aku tidak akan pernah patuh kepada dunia dan segala tipu dayanya.

Aku beda, dilahirkan dengan penuh perbedaan. Sampai kapan pun takkan pernah setara dengan oranglain. Perbedaan itu sungguh menonjol membuatku takut bertemu oranglain. Bunda, mungkin pertanyaan ‘mengapa’ yang setiap hari kulontarkan membuatmu semakin perih dan bosan. Sungguh bila aku tahu kondisimu saat melihatku untuk pertama kalinya. Betapa pilu hatimu ketika tahu anak pertamamu seperti ini. Bayi kecil mungil dengan berbagai kekurangannya. Tetapi, Bun, aku percaya engkau menyimpan keyakinan kalau anakmu ini punya kelebihan di balik seluruh kekurangannya.

Dahulu, saat pertama kali melihat dunia, harusnya belum, masih satu bulan lagi. Tetapi Tuhan sudah tidak sabar menempatkanku di bumi-Nya. Hanya delapan bulan dalam rahim, setelah itu aku diberi kesempatan merasakan kehidupan dunia. Entah karena sebab apa Bunda tidak mau melahirkan di rumah sakit. Hanya seorang bidan yang datang ke rumah untuk membantu persalinan. Penuh perjuangan hingga pingsan berkali-kali demi kehidupanku. Dan akhirnya keluarlah anak yang ditunggu-tunggu itu hadir menjadi penghuni baru dunia. Tetapi, bukannya senang, ini merupakan awal dari segala kepiluan. Sekiranya aku mengingat kejadian itu, tak bisa terbayangkan bagaimana wajah pilu Ayah, Bunda, dan siapa pun yang melihat kondisiku. Aku terlahir sangat kecil, kulitku amat tipis hingga organ dalam tubuh sedikit terlihat. Dan yang paling memprihatinkan, aku hanya memiliki satu kaki! Bunda lalu pingsan kembali saat pertama kali melihatku.

Lihat selengkapnya