MELAWAT

Aldi A.
Chapter #1

PROLOG

SEBERAPA besar kehilangan orang tersayang mengubah hidupmu?

Di kepalaku, masih ada ikan-ikan yang mencari-cari kunang-kunang. Ia menelusuri satu persatu kenangan, merayakan kehilangan, bersorak gembira atas kematian. Entah sampai kapan. Barangkali saat ia sudah merasa ingin pulang, tersebab hatinya sudah sepenuhnya mengikhlaskan.

Pada titik-titik air hujan yang mengalir dari sudut matanya yang basah, ada sebongkah harap yang kian dirapal pada bait-bait pesan terkirim dari gawai retak memenuhi layar. Tersebab amarah menggantung di antara sepasang suami istri yang sudah layu dimakan kewarasan.

Ada banyak hal di pikiran ini yang berusaha untuk tidak aku kenang. Tentang hari-hari yang sudah dilalui dengan penuh kasih sayang. Sebelum ia tertidur dan ditangisi orang-orang. Atau, tentang mengapa aku belum bisa terlelap di kala malam sudah berada di ambang kesakitan.

Aku ingin lenyap bersama hilangnya. Aku ingin musnah dalam ketiadaanya. Lalu, sama-sama pergi tanpa mengenang lagi.

Mala mati pagi tadi. Meninggalkan bocah lelaki berusia tiga tahun bernama Zaki. Rumah yang sudah hampir reyot dimakan usia ramai didatangi kerabat, pun para tetangga berbondong-bondong bergantian melihat mayat Mala yang belum dimandikan. Tampak pakaian serba gelap menutupi lorong rumah yang pengap, bak segerombolan semut hitam di antara gula-gula yang berceceran menyentuh lantai-lantai pualam. Begitu pula riuh tangisan terdengar meratapi kepergian Mala akibat kecelakaan.

Bachtiar diam dengan mata memerah, Rusli terus-terusan memanggil nama Mala, sedang Seli pingsan setelah puas menangisi kematian kakak perempuannya itu. Ali melihat dengan jelas situasi yang terjadi saat ini. Air mata yang jatuh tak henti-henti menjadi saksi betapa kepergian Mala menjadi penyesalan terbesar yang terjadi di antara mereka semua, sekeluarga. Tetapi menyesali semuanya adalah kesia-siaan. Semuanya sudah terjadi, mereka tidak bisa membalikkan situasi. Mala telah pergi dengan tumpukan amarah yang tidak bisa ia tumpahkan semasa hidupnya.

Luka-luka yang ada di hati perempuan itu belum juga kering, pun borok di dadanya. Luka-luka yang ditanggungnya sendiri setelah bertahun-tahun menanggung rindu. Keluarganya terus menari-nari di ingatan Mala: atas apa yang sudah ia lakukan, atas apa yang keluarganya katakan.

Lihat selengkapnya