MELAWAT

Aldi A.
Chapter #2

PEREMPUAN YANG MENANGGUNG RINDU DALAM SATU WAKTU

Ada yang hilang di balik kesunyian yang memelukmu erat-erat. Lesap. Sesak. Rusak!


PEREMPUAN itu menanggung malu sebelum menanggung rindu. Hari-harinya dipenuhi nestapa. Kakinya berpijak di atas beling-beling yang berserakan. Sakit lagi berdarah-darah. Tidak ada yang bisa ia sesali. Apa yang terjadi adalah proses dari keputusan yang sudah ia tekadkan bulat-bulat: melarikan diri, melawan keluarganya sendiri. Ia meninggalkan rumah dengan kondisi kepalanya dipenuhi nyala api yang membara. Berkobar-kobar membakar kewarasan. Ia pergi bersama kekasihnya yang tak disenangi orang rumah, lalu pulang-pulang membawa bayi yang mengejutkan semua orang. Keluarga, pun para tetangga. Dosa besarlah perempuan itu, melahirkan tanpa adanya status pernikahan. Ia melukai hati keluarganya di hadapan banyak orang. Karma seakan menyelimuti perempuan itu atas dosa-dosa yang sudah ia jemput dengan berbangga hati. Semua yang ia tabur, kini telah ia tuai dengan sendirinya.

Adalah Mala. Perempuan berambut pendek sebahu. Matanya sipit, mengenakan kacamata minus. Dulunya, saat kecil hingga tumbuh remaja, ia dikenal sebagai anak yang pemalu. Ia rajin bekerja, membiayai adiknya yang bungsu, merawat keluarganya yang sudah lama tidak utuh. Ia perempuan polos nan lugu. Namun, siapa sangka di balik wajah polosnya itu, ada kesulitan yang begitu menyiksa dirinya. Kesulitan yang dijemputnya sendiri sejak dibutai cinta seorang lelaki yang dikenalnya dari tempat ia bekerja. Hidupnya yang dulu sudah penuh liku-liku kini semakin bertalu-talu. Luka-luka itu dipungutnya dengan sadar diri, sedang sakit yang ia rasa kini sudah membuatnya seperti mati berdiri. Sekali lagi, itu semua terjadi karena dirinya sendiri. Mala seperti orang yang tidak tahu arah jalan pulang. Ia tersesat di tengah hidupnya yang dirundung kemalangan.

Setelah penolakan demi penolakan yang Mala dapat dari keluarganya, ia hidup bertiga bersama anak dan suami setelah dengan terpaksa keluarga memilih menikahkan mereka untuk kepentingan hidup anaknya di hari mendatang. Baik betul keluarganya, setelah apa yang sudah ia lakukan, mereka masih memikirkan perkara bagaimana ia melanjutkan hidupnya di hari-hari esok. Nahas sekali, impian perempuan itu untuk hidup bahagia tak sesuai perkiraan. Hari-harinya diselimuti pilu yang berakar. Lelaki yang ia bela mati-matian di hadapan keluarga ternyata benar-benar seperti orang yang kehilangan akal. Lelaki itu tak memiliki pekerjaan tetap, tak ada usaha pula mendapatkan uang untuk membiayai Mala dan sang buah hati yang baru lahir dua bulan lalu. Lelaki itu hidup seenak jidatnya: makan tak makan, pulang tak pulang. Ia tak pernah sekali-kali memikirkan anak dan istrinya. Ia menjalani hidup seperti bujang yang tak punya beban. Persetan!

Hidup Mala betul-betul tersungkur atas nama cinta. Padahal, ia adalah satu-satunya harapan di keluarganya. Mala memegang kepercayaan yang begitu besar dari Romlah yang sudah mati. Ibunya itu percaya kalau ia bisa membanggakan keluarga, pun mengangkat derajat keluarganya. Tetapi ternyata ia malah membuat malu satu keluarga, yang lantas membuat mereka membenci perempuan itu.

Lihat selengkapnya