Kematian itu menjemput perempuan yang dipeluknya erat-erat, dalam dekapan kesepian.
SEPERTI malam-malam sebelumnya, Bachtiar duduk sendirian di ruang tengah rumahnya. Lelaki yang sudah tampak tak sehat itu lagi-lagi merenungi kehidupannya setelah waktu sudah memakan habis sebagian usianya. Bachtiar tidak tahu apa boleh seorang kepala keluarga terlihat lemah sewaktu-waktu. Apa ia bisa mengeluhkan seisi kepalanya itu pada anak-anaknya? Mengapa banyak orang bilang, sebagai seorang lelaki, apalagi kepala keluarga, mereka harus siap menanggung masalah seorang diri.
Dari dulu, setelah usahanya pailit, Bachtiar sebisa mungkin mengatasi permasalahannya itu seorang diri. Romlah yang ia harap jadi sosok yang mengerti keadaannya malah berlaku sebaliknya, perempuan itu berubah menjadi seseorang yang emosinya naik turun. Tapi, ia tak mau menyalahkan Romlah seutuhnya. Ia tahu, Romlah bersikap begitu karena ia punya harapan lebih terhadap dirinya.
Setelah ditinggal suami sebelumnya dan hidup bertiga dengan Rusli dan Mala, perempuan itu hidup dengan serba kekurangan. Barangkali karena itulah, Romlah berharap banyak dari lelaki yang datang di hidupnya setelah kematian Bakri. Perempuan itu mengira hidupnya akan terus membaik setelah melalui jalan terjal sebelumnya. Tapi ternyata perempuan itu keliru. Ia lupa, tidak ada yang tahu perkara takdir yang akan dilalui manusia ke depannya. Dan karena terlalu meninggikan ekspetasi, Romlah seperti dijatuhkan ke dasar laut lantaran hidupnya bersama Bachtiar tidak berjalan sesuai yang ia bayangkan.
Bachtiar sendiri juga tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan sekusut itu. Di masa-masa tuanya, ia harus bergelut dengan kesendirian yang memeluknya erat-erat. Tidak sedikit pun ia membayangkan anak-anaknya pergi meninggalkan rumah dan membuat ia kesepian. Setelah apa yang ia lewati, Bachtiar kadang merutuki nasibnya dengan deretan pertanyaan perihal mngapa Tuhan menjauhkan dirinya dari anak-anaknya. Setelah apa yang ia usahakan untuk kelangsungan anak-anaknya, ia kini seakan diasingkan dalam rumah sendirian.
Kadang Bachtiar berdoa agar Tuhan mempertemukan dirinya saja dengan Romlah di atas sana, secepatnya. Tetapi, tidak lama dari doa-doanya itu dipanjatkan, ia beristghfar berkali-kali, memohon ampun atas ucapannya yang sudah melewati batas. Ia lupa, Tuhan tidak akan memberikan ujian pada umat-Nya di luar batas kemampuan umat-Nya tersebut. Namun, lagi-lagi Bachtiar hanyalah manusia biasa. Yang kadang bisa berada di titik terapuh dalam hidupnya.
Malam ini, ingatan Bachtiar terlempar ketika ia dan Romlah masih tidur bersama di dalam kamar yang sekarang jarang sekali dihuni oleh Bachtiar. Ia kini lebih memilih tidur di ruang tengah, di depan TV, agar kesunyian tidak begitu tampak dengan jelas. Waktu itu, setelah dua minggu tak bertemu lantaran Bachtiar belum juga mendapatkan uang untuk menutupi kekurangan mereka, Romlah mengatakan sesuatu hal yang membuat hati Bachtiar begitu terpukul.
Romlah bercerita tentang kematian yang mungkin saja menjemput mereka dengan tiba-tiba. Waktu itu, Bachtiar kaget mengapa bisa istrinya itu punya pemikiran seperti demikian. Padahal mereka baru saja bergulat dengan biduk rumah tangga yang hampir berada di ambang perceraian. Bachtiar bahkan tidak pernah sedikit pun memikirkan perkara itu lantaran disibukkan dengan bepergian mencari pekerjaan yang tak kunjung ia dapatkan. Di kepalanya bahkan saat itu hanya memikirkan bagaimana bisa ia mendapatkan uang dan bisa membuat hubungan keluarganya membaik seperti sebelum usahanya bangkrut. Bachtiar lebih takut keluarganya hancur ketimbang kematian yang sewaktu-waktu menjemputnya. Ia sebisa mungkin mencari cara agar keluarga yang awalnya baik-baik saja itu berubah mencekam setelah ia tidak lagi menghasilkan pundi-pundi rupiah.
Malam itu, Romlah bilang jika nanti Tuhan mengambil lebih dulu nyawanya, ia ingin anak-anaknya tetap merasa disayangi oleh Bachtiar tanpa ada batasan anak tiri dan kandung. Katanya lagi, Bachtiar harus adil tanpa membeda-bedakan anak-anaknya. Romlah ingin keempat anaknya tumbuh dengan baik. Kasih sayang yang Mala dan Rusli tidak begitu mereka dapat dari Bakri, harus didapat penuh dari Bachtiar.