Matilah ia dalam dekapan kesepian. Matilah ia dalam raung-raung tangisan.
RABU kelabu. Para tetangga berbondong-bondong memenuhi seisi rumah. Pagi yang seharusnya diawali dengan senyum kebahagiaan, nyatanya mencipta tangis yang tak bisa lagi ditampung oleh perempuan itu. Sehabis salat subuh tadi, Pak RT menggedor pintu rumah mereka, sampai-sampai membangunkan seisi rumah yang masih terlelap dalam tidurnya. Mala yang lebih dulu tahu karena ia yang membukakan pintu.
“Ibumu sudah mati!”
Perempuan itu memang tahu kalau setiap makhluk yang bernyawa pasti akan meninggalkan dunia ini. Tapi, mendengar kematian Romlah barusan, ia sama sekali tidak pernah menyangka kalau akan terjadi secepat itu. Padahal, kemarin, di dapur, ia dan Romlah masih sama-sama membuat beberapa jenis gorengan bersama. Mala masih bisa melihat Romlah tersenyum dan memberikan petuah-petuah di sela-sela ia menggoreng pisang dan bakwan untuk dijual di depan pekarangan rumah mereka. Dan kini, hanya dalam sekejap, ingatan itu akan menjadi kenangan terakhir kebersamaannya dengan perempuan yang begitu hebat merawat anak-anaknya di tengah kemiskinan yang memeluk mereka erat-erat. Mala tidak pernah menyangka bahwa Romlah menyerah pada keadaan. Setelah apa yang mereka lalui semenjak kematian Bakri, lalu menjalani hari-harinya bersama Bachtiar, Romlah memilih pergi lebih dulu meninggalkan anak-anaknya.
Perempuan berambut pendek sebahu itu hanya bisa diam. Ia hanya bisa melakukan itu ketika Pak RT memberi tahu sebuah kabar duka tadi. Lantas setelahnya ia menangis sekencang-kencangnya. Hatinya sakit. Perasaan Mala begitu kacau. Perempuan itu pernah dihadapkan pada situasi paling sulit dalam hidupnya: diharuskan putus sekolah lantaran Bachtiar dan Romlah tak mampu menyekolahkan semua anak-anaknya. Melihat situasi yang terjadi, ialah yang memilih mengorbankan diri dan membiarkan Rusli, kakak tertuanya itu menyelesaikan sekolahnya. Lagi-lagi karena persoalan jenis kelamin.
Di kota ini, barangkali juga di kota-kota lainnya, lelaki dengan sekolah lebih tinggilah yang paling diutamakan ketimbang perempuan. Katanya, lelaki itu tanggung jawabnya lebih besar dari perempuan. Terlebih saat berumah tangga nanti. Sedang perempuan, meski bersekolah setinggi-tingginya pun pada akhirnya akan kembali pada kodrat untuk mematuhi perintah lelaki—dalam hal ini suaminya kelak.
Lagipula, Mala tak ingin kalau sampai Seli yang dikorbankan. Adik perempuannya itu punya mimpi besar yang selalu diceritakan pada Mala setiap menjelang tidur. Katanya, kelak saat ia sudah bisa menghasilkan pundi-pundi rupiah sendiri, keluarga adalah barisan pertama yang akan ia bahagiakan. Mala mengalah bukan karena tidak memiliki mimpi. Melainkan karena sadar, bahwa dengan membiarkan adik dan kakaknya bersekolah adalah satu dari sekian banyak impiannya yang bakalan terwujud. Dengan itu semua, mau tidak mau Bachtiar dan Romlah membiarkan Mala putus sekolah. Perempuan itu memilih tinggal di rumah dan membantu ibunya berjualan gorengan sambil mencari-cari pekerjaan yang mau menerima dirinya yang hanya memiliki ijazah SMP.
Lalu sekarang, setelah apa yang sudah ia korbankan, tidak cukupkah Tuhan meremas-remas hati Mala? Perlu berapa banyak luka biar Tuhan memberikan sedikit ruang kebahagiaan untuk perempuan itu? Apakah ia harus meronta-meronta dalam hati sambil merapal pada Tuhan agar hatinya bisa baik-baik saja di hari-hari yang akan datang?
Dalam tangis yang masih saja pecah, ia melihat Ali ikut menangis di pelukan Seli. Untuk pertama kalinya Mala melihat bocah lelaki itu menangis seperti kesetanan. Suara khas anak lelaki yang batu tumbuh remaja serupa daun retak itu meraung-raung minta tolong. Agar hari di mana Romlah menjadi mimpi buruk terakhir yang ia alami. Bukan menjadi sebuah realita hidup yang harus ia terima dan ia kenang ke depannya. Sebagai situasi yang paling gelap dari banyaknya luka-luka yang sudah menggelapkan hidupnya. Susah sekali rasanya Mala untuk mengikhlaskan kematian Romlah. Padahal, tidak lama setelah ia memutuskan untuk berhenti bersekolah, hatinya cepat sekali merasa tenang. Tapi tidak untuk kali ini.