Rahasia itu mengambang di atas air yang tenang setelah berhasil membodohi seseorang.
“MALA datang di mimpiku, Li.” Seli memulai bercerita. Setelah pesan WA-nya tidak pernah dibuka oleh Ali, Seli memutuskan untuk datang menemui adiknya itu ke kosnya pagi ini. Beruntung, Ali masuk sift kedua hari ini. Jadi Ali masih bisa ditemui. Awalnya Ali malas membuka pintu kosnya, ia menyuruh Seli untuk kembali ke rumahnya saja. Ia beralasan mau istirahat lantaran sorenya ia akan berangkat bekerja. Tapi, setelah mengatakan alasannya itu, Seli masih mengetuk-ngetuk pintu kos Ali. Kakaknya itu tidak mau pergi seperti yang disuruhkan Ali.
Ali memerhatikan Seli dengan saksama. Seli tidak banyak berubah. Ia masih kelihatan cantik meski sudah menikah. Mungkin karena Ito memberikan uang lebih untuk kakaknya itu. Sebab, dibanding Mala, Seli sebenarnya cukup beruntung bisa menikah dengan laki-laki yang berpenghasilan tetap, pun keluarga suaminya memang orang yang berada.
“Lalu?”
Seli memainkan jari-jarinya di atas lutut. Semalam ia memimpikan Mala. Ia melihat kakaknya itu sedang berdiri di lorong gelap dengan suara tangis yang menggema. Seli tidak tahu mengapa ia bermimpi seperti itu. Tapi ketika ia bertemu Mala lewat mimpi, kerinduannya kepada kakak perempuannya itu terbalas.
Dua bulan setelah Mala meninggal, Seli benar-benar menyesali semua yang sudah ia lakukan kepada kakak perempuannya itu. Dulu, setelah Mala kembali ke rumah dengan tiba-tiba membawa bayi yang dikenalkan sebagai anaknya, Seli turut melaknat perempuan itu. Mengata-ngatai seperti apa yang dikatakan Rusli dan Bachtiar. Ia mengutuk perempuan itu dengan lantang tanpa pernah melihat apa yang sudah ia lakukan di belakang keluarganya.
Mungkin benar, semua manusia punya aibnya masing-masing. Manusia dipenuhi dengan dosa-dosa yang menghiasi proses perjalanan hidupnya. Hanya masalah waktu saja dan keberuntunganlah yang membuat aib itu tidak tersebar dan diketahui oleh orang banyak. Seli yang termasuk beruntung, sampai ia menikah pun, apa yang ia pernah lakukan setelah lulus SMA sama sekali tidak diketahui oleh keluarganya. Begitupun keluarga dari suaminya.
Sejujurnya, Seli malu menceritakan kerinduannya terhadap Mala pada Ali. Adik bungsunya itu pasti tahu apa yang sudah ia lakukan sebelum Mala meninggal. Seli bahkan tidak mengundang Mala di acara pernikahannya. Menganggap Mala hanya membuat malu dirinya. Padahal, ia tentu tak akan pernah lupa saat ia masih bersekolah, Mala juga menyumbang banyak untuk kebutuhannya. Tapi, begitu baik Mala, perempuan itu tidak pernah mengungkit-ungkit apa yang sudah ia beri untuk keluarganya. Bahkan setelah apa yang ia terima balik dari keluarganya itu. Perempuan yang sudah mati itu benar-benar hatinya sekuat baja, ia selalu menerima perlakuan orang lain. Bahkan jika hal itu menyakiti dirinya.
Mendengar apa yang dikatakan Seli membuat hati Ali sakit. Ia juga pernah memimpikan Mala dalam ruangan yang gelap. Ia menangis, seperti orang yang meminta tolong. Tapi, Ali mencoba berpikir positif. Menganggap itu semua hanya mimpi biasa.
Ali pernah ingat pada suatu hari, di pagi yang masih hangat, pukul 6:30, Mala mengetuk-ngetuk pintu kamar kos Ali. Mala menangis. Isak tangisnya seperti ditahan tapi pecah juga bercucuran ketika Ali menanyakan apa tujuan Mala datang di pagi yang masih hangat itu.