Luka-luka itu bersemayam, di balik warna-warna yang kelam. Ia seperti menyusuri laut di saat ia tak bisa berenang. Ia tenggelam.
LANGIT mulai gelap. Ali berjalan gontai menyusuri Pantai Losari yang beberapa sudut sedang dalam tahap renovasi. Hanya ada beberapa orang yang berlalu lalang. Namun, Ali tidak peduli. Lelaki bertubuh kurus itu terus berjalan, sesekali berteriak memandang air pantai, meluapkan perasaannya sebisa yang ia mampu. Berusaha membuat rasa sesak di dadanya hilang akan permasalahan hidup yang ia hadapi selama ini.
Ali kembali berteriak. Tak peduli beberapa orang yang ada di Pantai Losari bakalan menganggapnya aneh. Ia mungkin tidak punya malu sekarang, tapi rasa sakitnya tidak bisa ia tahan. Ali tidak pernah merasa sehancur ini, merasa tidak dibutuhkan lagi dalam bagian keluarga kecilnya. Ali merasa kehadirannya tidak berarti lagi untuk keluarganya. Semua telah hancur berkeping-keping, layaknya gelas kaca yang jatuh dari lantai-lantai pualam. Ia merasa bingung mencari rumah, tempat pulang ternyaman.
Pada akhirnya, Ali memilih berhenti di tengah titik Pantai Losari. Napasnya memburu seperti baru saja dikejar-kejar anjing.
“Sisil ….” Mata Ali tak sengaja menangkap perempuan yang belakangan membuatnya nyaman selama berada di dekatnya. Dan di penghujung sore ini, ia tak kalah lebih penasaran dengan apa yang Sisil lakukan di sana, sedang duduk di atas batu memanjang Pantai Losari seorang diri.
Ali memutuskan mendekati Sisil. Mencoba mencari tahu jawaban dari rasa penasarannya. Dan, ketika jarak mereka hanya satu langkah orang biasa, Ali berhenti sejenak. Memilih untuk tidak terlalu dekat dengan perempuan itu. Sebab, di depannya sekarang, perempuan berambut hitam sedada itu melamun. Rambut panjang gelombang Sisil berterbangan. Melihat itu, membuat dada Ali menghangat. Seperti ada yang menelisik hatinya dalam kedalaman yang tidak pernah seorang pun mengusik. Dan sekarang, hati Ali benar-benar terusik.
“Kau sedang apa di sini?”
Dengan gerakan cepat, Sisil spontan berdiri dari tempatnya duduk. Ia kaget. Benar-benar kaget. Ia langsung melempar senyum. “Lagi duduk santai saja, Li.”
Melihat Sisil sekarang, Ali jadi ingat dengan pertemuan keduanya dengan perempuan berambut pendek panjang bergelombang itu. Di mana sebelum pertemuan kedua tersebut, Sisil lebih dulu mendapati Ali dalam keadaan setengah sadar.
Waktu itu, ketika Ali berdiri santai di bangunan kosong di belakang sekolah, ia mendapati sesuatu hal yang menggelitik pikirannya. Bayangkan saja, perempuan bertubuh kurus, rambut hitam sebahu, dengan kulit putih bersih, sedang bersandar di tembok bangunan yang tidak jauh dari tempat Ali berada. Perempuan itu menutup sebagian wajahnya dengan kedua lengan. Sambil menggeleng-geleng, Sisil terus-terusan merapal doa.
Waktu itu, Ali lama mengernyit, mencoba mencari tahu kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada perempuan itu. Sebab, sebenci-bencinya Ali dengan hujan, ia juga tak akan sampai melakukan hal serupa seperti apa yang perempuan itu lakukan. Sebenarnya, Ali tidak mau peduli. Tapi, lama kelamaan, ada sesuatu hal yang seakan menelisik hatinya. Ia bergerak mendekati perempuan itu. Memberanikan diri menegur, hingga menghasilkan percakapan singkat di antara mereka yang nahasnya tidak bisa Ali lupakan sampai detik ini.
“Kau baik-baik saja?” Pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Ali siang itu. Pertanyaan yang membuat Sisil dengan wajahnya yang memucat, kaget bukan main. Ia refleks berdiri, menatap Ali dengan tatapan jaga-jaga.
“Aku bukan orang jahat,” kata Ali terang-terangan. “Maksud aku, seberengsek apa pun aku atau sehancur-hancurnya mukaku karena banyak luka lebam, aku tetap bukan orang jahat. Bagaimana cara menjelaskannya, ya. Pokonya aku tidak akan punya niatan apa-apa,” lanjut Ali karena melihat mata perempuan itu memandanginya dari atas ke bawah.
“Kau kenapa?” tanya Ali sekali lagi saat sadar perempuan itu tidak mengatakan satu kata pun.
“Aku takut suara petir.”
Ali terkekeh. Ia hampir saja tertawa. “Hanya karena suara petir?”
Sisil mengangguk pelan. Anggukan yang justru membuat Ali makin penasaran dengan perempuan di depannya.