Ia membungukus rindu pada perpisahan setahun lalu, ia menanggung luka setelah bertemu perempuan masa lalu.
ALI ikut duduk di sebelah Sisil. Dalam waktu bersamaan, mereka bertatapan dengan raut wajah yang datar. Sudah satu tahun, tapi keduanya masih ingat dengan jelas siapa sosok di dekat mereka sekarang.
“Pada akhirnya, sejauh apa pun kita berlari, ujung dari pelarian kita tetap di sini. Semesta memang selalu punya rencana tersendiri di luar keinginan kita.”
Takdir hanya deretan peristiwa yang dilalui manusia dengan segala kejutannya. Seperti itu yang dipikirkan Ali saat ini. Bertahun-tahun mencoba lari, mencoba mengasingkan diri, mencoba melupakan segala kenangan yang pernah ia rajut bersama orang-orang di masa lalu, ternyata tak mampu membuat tekadnya itu kokoh hanya karena melihat sosok di sebelahnya.
Ali tahu, banyak hal dalam hidup yang tidak bisa diketahui sampai ia sendiri merasakannya. Seperti hari ini, ia tidak pernah tahu bagaimana rasanya bertemu dengan seseorang yang ia rindukan selama satu tahun terakhir. Pertemuannya dengan Sisil, membuat Ali jadi tahu sekarang, bahwa rasanya melebihi irisan silet yang menyayat hati lelaki itu pelan-pelan. Dada Ali naik turun. Napasnya memburu, ia tidak pernah menyangka akan berada dalam situasi seperti ini.
Ali pernah tekun berharap orang-orang di masa lalunya kembali. Bukan harapan yang pertama kali, dua kali, atau tiga kali, tapi banyak kali sampai ia sendiri muak dengan harapannya itu. Bagi Ali, setelah harapan yang tidak terhitung lagi jumlahnya tadi tidak menemui jawaban, ia sudah mengubur dalam-dalam harapannya tersebut. Ali mencoba merelakan mereka, membuat batasan agar ingatannya tidak lagi kembali ke masa di mana orang-orang itu ada. Dan, sebenarnya itu hampir berhasil, sampai takdir membawa ia pada kenyataan pahit yang memorak-porandakan hatinya kembali.
"Bagaimana kabarmu, Sil?" Ali kembali bersuara. Pandangannya masih fokus pada orang-orang yang berlalu lalang di Pantai Losari.
“Baik, Li. Kau sendiri?”
"Aku baik."
Cukup lama mereka terpaku dalam diam. Mereka seperti orang asing yang baru pertama kali saling kenal. "Oiya, kau masih ingat anak ini?"
Ali membuka galeri foto di layar ponsel keluaran terbaru yang barusan ia ambil dari tas selempang kecilnya. Ia menunjukkan foto-foto di layar ponsel itu kepada Sisil, ketika sadar perempuan berambut gelombang di sebelahnya dibelenggu kecanggungan. Ali ingin mencairkan suasana.
Ali terus men-scroll foto-foto yang memperlihatkan seorang anak kecil dengan pose bermacam-macam. Zaki tumbuh menjadi anak yang ceria.
"Zaki lucu sekali, Li. Lama tidak ketemu anak itu."