MELAYANG

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #1

Nida Diremehkan Keluarganya


Seorang gadis kecil memiliki warna kulit sawo matang, rambut sepinggang, matanya bak Cinderella, bibir mungil, dan suaranya juga kecil. Punya karakter yang ramah, pengin manja pada sang ayah, tomboi, berbeda dengan adiknya yang feminim. Sementara anak perempuan dalam keluarga itu berpakaian super berantakan, juga suka berbicara sendiri sambil bersembunyi agar tidak ketahuan oleh mamanya.


Berawal sejak usianya tiga tahun, saat itu dia duduk di bawah meja kelas. Kebetulan rumah mereka berdampingan dengan sekolah yang dikelola oleh kedua orangtuanya. Namanya adalah Nida, anak kedua dari tiga bersaudara. Satu orang kakak laki-laki, dan satu orang adik perempuan.


Nida sering sekali berkelahi dengan adiknya yang bernama Dila. Saking penginnya dimanja oleh papa dan mamanya, selalu berlagak dimengerti. Namun, tidak jarang Nida mendapatkan teguran dengan kasar. Padahal kesalahan ada pada Dila adiknya. Nida hanya bisa pasrah karena sering diperlakukan seperti itu. Akhirnya, Nida terlihat kebal dan selalu mengalah demi adiknya agar masalah tidak semakin besar.


Kedua gadis kecil itu jarang sekali akur. Bermain juga mereka lakukan dengan cara berbeda. Nida suka bermain bola bersama anak laki-laki yang sedang berada di halaman rumah mereka. Karena berdampingan dengan sekolah, halaman bisa dijadikan arena bola.


Berbeda dengan abang mereka si kutu buku. Tak pernah bermain dengan teman sebayanya. Buku, buku, dan buku. Hanya itu yang menjadi temannya sehari-hari. Terutama pelajaran matematika. Dia sangat jago dalam hitung menghitung. Sehingga, bila mamanya menjumlahkan nilai raport, tidak perlu menggunakan mesin hitung alias kalkulator. Cukuplah memanggil anak sulungnya, namanya Kevin. Dia cukup lihai dalam menghitung angka-angka yang disebutkan. Di sekolah pun, selalu menjadi perwakilan olimpiade matematika yang diselenggarakan oleh kecamatan.


Kembali ke Nida.


Usianya yang masih tujuh tahun, kerap bercerita sendiri. Sambil melihat ke atas, samping, kadang berbicara seperti ada orang di sebelahnya. Mamanya sering mendapati dirinya dan marah sejadinya. Bagaimana tidak, dia merasa ada keanehan yang terjadi pada diri putrinya. Bahkan beberapa temannya juga merasa Nida adalah teman paling menakutkan di sekolah dan lingkungan bermain. Tidak jarang Nida dibully di sekolah oleh teman-temannya. Kasihan sekali melihatnya.


Beberapa guru sudah memaklumi karena tahu persis karakter dan kepribadian salah satu murid mereka. Tentu saja tidak akan heran dengan beberapa tingkah polah setiap anak. Nida adalah murid sekolah dasar di sekolah lain. Kenapa tidak sekolah di tempat mamanya? Kedua orang tuanya tidak bersedia mendidik anaknya sendiri dengan alasan akan membuat malu pihak keluarga dan merusak nama sekolah karena keanehan itu.


Alasan lain juga agar tidak ingin timbul emosi saat melihat putrinya memiliki nilai jongkok. Dalam arti, Nida hanya diberikan pada tenaga pendidik dan mereka tidak mau tahu akan kelemahan anaknya. Bahkan tidak pernah menanyakan gurunya tentang perkembangan pendidikan Nida.


Pernah suatu hari, Nida mempunyai pekerjaan rumah yang ditugaskan untuk dirinya dari guru kelas. Soal yang diberikan sangat mudah sebenarnya, cuma menuliskan huruf A. Nida berniat hendak mengerjakannya, tetapi malah disuruh tidur oleh mamanya karena tidak mau membantu menyelesaikan tugas tersebut. Bagi kedua orangtuanya, Nida adalah anak terbodoh dan tidak akan bisa melakukan apa-apa selain bikin jengkel dan memancing emosi.


"Ma, Mama ...," panggil Nida saat terbangun dari tidurnya.


Mamanya yang tengah asyik menonton televisi, tidak menanggapi ucapan putrinya. Malah asyik dengan sinetron kesayangannya.


"Mama ... Mama ...."


"Heh! Bisa diam nggak, sih? Ribut amat!" bentak abangnya.


"Mama ... Mama ...." Nida merengek sambil menangis.


"Apa! Ganggu aja kamu!" Mamanya juga ikut marah.


"Lihat dulu si Nida sana. Kali aja ada yang dia inginkan," sahut papanya.


"Lihat sendiri sana, Pa. Lagi seru-serunya, nih."


Papanya Nida tetap menghampiri karena kesal. Betapa terkejutnya lelaki itu saat menyentuh lengan putrinya, badan Nida panas seperti daging yang baru selesai dimasak.


"Ma, badan Nida panas. Yuk, kita bawa ke dokter."


"Ah, Papa aja, deh. Males, ih," tolak mamanya.


"Astaga, Ma. Jangan gitu, dong." Papanya mencabut saklar kontak tanpa menekan tombol power sebelumnya.


"Iiih, Papa!" teriak mama Nida. "Ganggu aja pun!"


Lihat selengkapnya