Nida banyak bercerita selama dia di rumah sakit saat tidak sadarkan diri. Di sekelilingnya banyak orang yang menggunakan jubah panjang berwarna putih. Mereka sangat menyayangi Nida. Ada yang membisikkan kalau bocah aneh itu akan menjadi orang sukses dibanding kedua saudaranya. Meskipun saat ini IQ-nya terlalu rendah.
Mamanya tidak pernah percaya dengan cerita putrinya. Dia menganggap ucapan itu adalah bualan semata. Untuk menghindari rasa malu pada beberapa perawat yang mulai tidak menyukainya, terpaksa berpura-pura tersenyum menanggapi cerita putrinya. Dalam hati wanita itu, untuk apa dia harus percaya pada anak aneh? Baginya tidak ada faedahnya mendengarkan semua yang disampaikan.
"Ma, mana Papa? Kok, nggak ada, sih?" tanya Nida, dengan suara lemah.
"Kerja. Udah, kamu tidur aja lagi. Mama mau keluar sebentar."
"Tapi, Ma. Aku nggak ada temen di sini. Badanku juga sakit kebanyakan tidur."
Tanpa menerima alasan Nida, dia pergi dengan menitip pesan pada perawat untuk menemani putrinya. Baru sepuluh menit bersama Nida, rasanya sudah seperti sepuluh jam saja. Wanita itu juga tidak suka bila anak keduanya itu pulih. Menurutnya nanti keanehan yang dimiliki akan semakin bertambah karena sempat mengalami kecelakaan. Seharusnya mamanya berusaha untuk memperbaiki sikap keanehan Nida. Ini malah dianggap sebagai boomerang dalam kehidupan keluarganya.
Untuk menghindari rasa sepi, Nida kembali dengan sikapnya. Bercerita seperti ada temannya, sambil melihat ke atas plafon ruang ICU. Jalan tikus jadi bahan ceritanya kali ini. Sesuai dengan bisikan pada mamanya tadi.
"Di jalan tikus ada lubang. Kalau berselisih dengan kendaraan lain, sangat sulit. Bisa-bisa jatuh ke parit besar."
"Aduh, mamaku susah dibilangin. Gimana, tuh. Aku takut kalau mama celaka."
"Ngapain juga mikirin mama kamu. Kan, dia nggak sayang sama kamu."
"Tapi aku sayang mama. Aku nggak mau ada apa-apa sama mama."
"Kita lihat saja nanti."
Sedang asyik bercerita, seorang perawat datang menghampiri.
"Eh, kamu cerita apa, sih? Kok, keknya seru banget, deh."
"He-he, aku cerita tentang mama, Tan. Tadi aku pesen jangan lewat jalan tikus. Ada bahaya."
"Kok, kamu bisa tau?" tanyanya dengan selidik.
"Taulah, kan ada yang bisikin ke telinga aku. Dia orang baik, lho, Tan," tandasnya.
"Baik gimana? Emang kamu pernah liat?" Rasa penasarannya semakin menjadi.
"Ya, sering. Kan, dia suka nemenin aku kalau lagi sendiri di bawah meja."
"Badannya kaya apa, Nid?" Perawat itu pengin tahu seperti apa orang dalam khayalan Nida.