"Mama nggak suka anak nakal dan bodoh! Apalagi kelakuan kamu aneh!"
"Ampun, Ma. Ampun. Mama ...," teriak Nida dengan suara histeris.
"Rasakan ini!"
Cubitan bertubi-tubi ke seluruh tubuh bocah itu. Kevin malah kegirangan melihat itu karena puas. Sementara Dila adiknya masih punya hati. Dia tidak tega melihat kakaknya terus diperlakukan kasar. Hanya saja dia tidak bisa berkata apa-apa, terlebih membela. Bisa-bisa kena imbasnya dan mendapat hal yang sama pula.
"Ampun, Ma. Ampun! Memang bukan aku yang bikin, Ma. Ampun ...."
"Nggak usah ngelak kamu! Sudah terbiasa berbohong terus. Mau jadi apa kamu ha?! Jawab!"
"Bukan aku, Ma. Bukan ...." Nida menangis tersedu-sedu. Dia tidak tahu lagi mau bagaimana caranya untuk berkata jujur. Selama ini kesalahan kedua saudaranya dilimpahkan padanya. Seolah dialah yang paling nakal dan tidak bisa berubah.
"Hajar aja, Ma. Dia memang gitu. Nggak pernah mau ngaku kesalahannya." Kevin semakin menuduh. Padahal dia yang melakukannya. Untuk menghindari dimarahi, maka Nidalah yang dilibatkan.
Suara meminta tolong dari Nida tidak terdengar lagi. Menahan sakit yang sudah keterlaluan, membuatnya kehilangan suara. Namun, tidak sedikit pun tergerak di hati mamanya merasa iba. Entah terbuat dari apa hatinya sehingga tega memberi hukuman fisik sekejam itu.
Dua jam setelah itu, dengan mengabaikan Nida mamanya menuju dapur untuk menyiapkan makan malam. Dia terus menyesali kenapa Nida harus hidup. Selalu merasa tidak pantas dan malu jika seorang guru memiliki anak sebodoh putrinya.
Di kamar, Nida terus melihat tubuhnya dari pantulan cermin. Penuh luka bekas cubitan. Sesekali dia mendaratkan tangannya pada luka tersebut untuk dielus sebagai penghilang sakit. Air matanya menetes tiada henti sebagai rasa sedih. Hatinya bertanya-tanya, kenapa mamanya begitu benci melihatnya hanya karena memiliki sifat aneh. Tidak pernah dia merasakan belaian manja setelah sering bercerita sendiri saat bersembunyi.
Menurutnya, malu yang ada pada keluarga karenanya adalah sebuah pemikiran yang salah. Untuk menyiasati rasa itu, dia pergi sejauh mungkin agar tidak lagi menimbulkan masalah. Sehari-hari selalu ada saja keributan yang berasal dari dirinya. Tentu saja karena dilibatkan, bukan terlibat dalam permasalahan.