MELAYANG

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #17

Bukan Nida Kemarin


Belum lagi memasuki gerbang sekolah, terlihat sekumpulan anak sekolah berkerumun di depan kantor guru. Herdy dan Finde semakin khawatir. Sudah bisa dipastikan kalau ini adalah ulah dari putri angkat mereka. Finde tidak sabar untuk turun.


"Pelan, Sayang. Jangan terlalu terburu-buru. Ingat janin di dalam kandunganmu. Bentar, Mas bukakan," ucap Herdy.


Finde menurut saja apa yang dikatakan suaminya. Apalagi saat ini, kondisi tubuh benar-benar harus dijaga. Setelah pintu dibuka, Finde turun dan langsung menuju kerumunan tersebut.


Mereka memasuki kantor dengan berdesakan karena anak-anak tidak mau kalah untuk melihat ke dalam. Penuh sesak dan seperti tidak ada lagi ruang untuk berjalan menuju kantor.


"Selamat siang, Bu," sapa Herdy,. setelah sampai di dalam.


"Siang, Pak. Silakan duduk," sahut bu Nababan, ditemani kepala sekolah dan beberapa dewan guru.


Finde duduk tepat di sebelah kanan Nida. Dia memerhatikan bocah yang dikhawatirkan dengan dipenuhi berpuluh pertanyaan dalam benaknya. Wanita itu merasa kalau Nida sering melakukan tindakan yang belum diketahui asal muasalnya. Bahkan beranggapan, inilah sebabnya kedua orang tuanya membenci karena sering membuat masalah pada guru ataupun temannya.


"Ada apa, ya, Bu?" Herdy membuka pembicaraan untuk memecah diam.


"Kheem. Begini, Pak." Bu Nababan melihat pada guru yang berada di sekitar kantor, juga riuhnya anak-anak yang tidak bisa dibubarkan karena keingintahuan.


"Mari kita ke ruangan saya saja, Pak," ajak kepala sekolah. "Bu Nababan boleh ikut untuk memberikan penjelasan secara rinci nanti. Karena Ibu yang tau betul akar permasalahannya."


"Iya, Pak," jawab bu Nababan singkat.


Mereka meninggalkan ruangan guru untuk menyelesaikan masalah Nida. Karena ini perdana, Nida sedikit takut dimarahi oleh orang tua angkatnya. Namun, kebenaran ada padanya. Maka bocah perempuan itu berusaha untuk tenang. Raut wajahnya pun terlihat biasa saja dibandingkan sebelum kedatangan sepasang suami-istri itu.


Setelah sampai ke ruangan kepala sekolah, mereka dipersilakan duduk di sofa. Dengan hati cemas, Herdy mulai menanyakan apa yang terjadi sebenarnya.


"Bu, kenapa dengan Nida?"


"Owh, iya, Pak. Tadi Nida sedang asyik mewarnai saat jam istirahat. Nah, kebetulan teman sekelasnya Revhan datang mengganggu dengan menarik bukunya hingga keluar kelas. Nida yang selama ini tidak pernah membalas apa pun yang dilakukan temannya, kini berbuat kasar dengan melemparkan batu ke kepala Revhan. Lemparan itu tepat sasaran. Kepala Revhan berdarah karena sedikit koyak," terang bu Nababan.


"Separah itu? Astaghfirullah," ujar Herdy, sembari mengusap kepalanya hingga wajah.


"Kami juga heran, Pak. Kenapa Nida sudah berani membalasnya. Oya, apakah sudah memberitahukan orang tuanya kalau Nida tinggal dengan keluarga Bapak? Bukan apa-apa, saya sangat khawatir. Karena ini masalah serius," ucap kepala sekolah.

Lihat selengkapnya