MELAYANG

Sri Wahyuni Nababan
Chapter #21

Dikabulkan Tuhan


Begitu sampai di depan, mereka tidak melihat sesuatu yang mengerikan terjadi. Nida tidak terlihat di sekitar halaman. Lantas, kenapa Dila berteriak dengan mengucapkan nama Nida? Aneh sekali.


"Ada apa, Dila? Mana Kak Nida?" tanya mamanya, sembari melirik ke segala arah.


"Ta-tadi Kak Nida bilang mau pergi ke belakang sama kakek. Tapi sampai sekarang nggak balik. Dia ke mana, sih?"


Mereka saling pandang secara bergiliran. Herdy dan papanya Nida bersegera mencari keberadaan Nida di belakang rumah. Sebelum menemukan Nida, ada sebuah sentuhan di bagian bahu Herdy dari belakang. Karena penasaran, dia membalikkan badannya. Herannya, tidak ada seorang pun di dekatnya. Finde juga masih tetap berada di depan rumah. Sementara papanya Nida sudah deluan mencari Nida.


"Mas! Mas, di mana?" Bulu kuduk Herdy mulai merinding.


Tidak ada sahutan dari pria yang dipanggilnya. Rasa takut semakin menghantui. Jantung berdegup kencang tidak karuan. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menstabilkan perasaan.


"Apa Nida sedang dalam bahaya? Atau jangan-jangan ... ah, tidak. Nida pasti baik-baik aja. Aku nggak mau sembarangan berpikiran kotor," ucapnya pelan, pada dirinya sendiri.


Hendy kembali memanggil papanya Nida untuk memastikan di mana dia sekarang. Setelah berulang kali tidak juga menemukan antara keduanya, tiba-tiba seperti ada yang menarik lengannya pada sebuah rimbunan rumput tinggi. Tubuhnya tidak bisa menolak, tapi karena dia yakin kalau ini adalah petunjuk baik, maka mengikuti saja kemauan itu.


Betapa terkejutnya Hendy dengan yang dilihat. Nida tengah asyik bermain tanah yang dirapikan menjadi denah rumah. Terlihat beberapa lidi sebagai tokoh cerita yang biasa dia lakukan di rumah. Dengan pelan, dia mengajak Nida pulang.


"Nida ... yuk, kita pulang, Nak," ajak Hendy.


"Bentar, deh, Pak. Lagi asyik main sama kakek."


"Ada siapa aja?" Hendy mencoba mencari tahu siapa saja yang ada bersama Nida.


"Ada Elika sama Virgo, Pak. Mereka bilang, udah kangen sama aku. Kan, kita suka main di kolong meja dan sini," jawabnya. "Ya, kan Kek?"


Hendy berusaha untuk tenang, tapi tidak bisa dipungkiri kalau ketakutan telah merajalela. Tanpa memaksa, pria yang akan menjadi ayah itu merayu Nida.


"Oya, bilang aja ke kakek dan teman kamu kalau kita mau pulang. Ini udah sore, lho. Nggak baik untuk anak-anak di sini terus."


Nida mengangguk dan menipiskan bibirnya tanda mengerti.


"Elika, Virgo, aku pulang dulu, ya. Besok kita main lagi."


Bocah perempuan tersebut beranjak dari duduknya dan menggandeng tangan Hendy, lalu berkumpul bersama Finde dan lainnya. Selagi di jalan, bapak angkatnya bertanya lagi padanya.


"Nid, kok, kamu cuma pamit sama teman-teman doang? Kan, katanya ada kakek."


Lihat selengkapnya