"Morning guys, kita briefing dulu ya." Senin pagi, setengah jam menuju jam delapan, Qiren mengumpulkan rekan-rekannya dengan bertopeng mimik serius mencoba mengeluarkan auranya sebagai seorang pemimpin tim. Bukannya apa-apa, lima belas menit sebelumnya ia baru ditelepon bos kantor pusat, mendapat wejangan penuh cinta yang mempertanyakan turunnya profit transaksi minggu kemarin.
"Siap Mbak," jawab Bowo dan Ferdy tidak kompak karena fokusnya terbagi pada Yuni yang sedang menyiapkan cemilan briefing pagi itu, risoles dan roti coklat yang tersaji menggiurkan di tengah meja.
"Ok, kita berdoa dulu semoga semua pekerjaan hari ini berjalan lancar tanpa kendala. Berdoa mulai! Selesai. Baik kita mulai. Barusan, entah si bos kesambet jin dolar mana, dia udah telepon gue, merepet ngebahas turunnya profit cabang kita kemarin. Makanya gue mau berbagi repetan si bos, karena berbagi itu indah, betul?" Candaan sarkas Qiren mengawali pagi yang sebenarnya cukup cerah ini.
"Bukan berbagi jenis ini juga Mbak ..." Bowo bergumam di sela kunyahan rotinya, membuat Yuni menyikutnya. Hanya terdengar kekehan kecil dan cengiran terpaksa di ruang berjumlah empat orang itu.
"Ini yang pertama ... hmm, Yun itu seriusan orang teller bilang ada yang mau setor banknotes USD sampai empat peti dan itu uang pribadi? Bukan perusahaan? Memang siapa nasabahnya? Anak sultan mana? Cek lagi dah, kali aja cuma bluffing. Ikut aja visit ke tempatnya, periksa yang benar, kalau ternyata gak ada masalah nanti kita bawa Mas Joel dari divisi banknote buat cek ricek. Jangan sampai bawa nasabah yang bisnisnya money laundring, urusan sama BI bahaya," jelas Qiren setelah membaca laporan dari Yuni mengenai rekap transaksi kemarin dan meminta Yuni lebih hati-hati tidak terpancing iming-iming nominal yang fantastis.
"Iya Mbak, gue juga curiga sebenarnya, gak ada angin gak ada badai, kok tiba-tiba muncul orang kayak gitu. Nanti gue ngobrol lagi sama tellernya."
"Ok, next ... Wo, coba tolong tanya ini PT. Sepatu Keren kenapa berkurang banyak transaksinya tiga bulan ini, apa ada masalah di lending atau funding? Apa rate kita kurang saing?" Kening Qiren mengerut melihat grafik transaksi yang merosot dan sorot matanya menajam.
"Pak Budi financenya pensiun Mbak, gantinya orang baru yang masih idealis dan dia dulu nasabah loyal bank sebelah. Makanya kalau nawar alot banget, gue selalu pancing kurs best, no profit malah, tapi ya gitu, orangnya masih curigaan. Ini juga lagi nego ulang sama anak lending buat kasih rate maksimal." Bowo memaparkan penyebabnya sambil meminum capucino instan yang sudah dingin.
"Lho, kenapa si bapak gak sounding jauh-jauh hari? Perasaan lo juga gak bilang ke gue masalah dia mau pensiun. Ya udah, masukin report ya nanti, soalnya bos pasti nyap-nyap nih, secara itu nasabah lama kan." Qiren memijit pelipisnya tanda mulai stres.
"Sebelum pensiun dia ngabisin cuti dan lupa apdet ke kita, dan terakhir deal kan mereka pakai CCRS jangka waktu tiga bulan yang jatuh temponya kemarin, jadi tiga bulan ke belakang memang gak ada transaksi bulanan, baru bulan ini mulai lagi dengan finance baru. Siap Mbak, nanti sore gue bikin report."
"Oiya benar, gue lupa. Sekarang, hmmm Fer ... gimana calon potensialnya udah ada yang nyangkut belum?" Melihat Ferdy yang tampak siap ditanya membuat Qiren tiba-tiba menjadi kesal dan muka juteknya otomatis terpasang.