Jumat siang itu suasana di ruang treasury cukup berisik. Telepon silih berganti mengeluarkan deringnya, menunggu untuk diangkat.
"Aduuuh, kenapa mendadak ramai begini ya?" keluh Yuni membereskan mejanya sementara Ferdy sibuk melakukan transaksi dengan dua telepon di telinga kiri dan kanannya.
"Mbak Qiren, semua data punya gue sama Yuni udah di-email ya!" seru Bowo setelah mematikan komputernya.
"Sip, kalian langsung berangkat apa makan siang dulu?" tanya Qiren sambil menginput data yang sudah deal.
"Langsung Mbak, mobil kantor udah nungguin. Kita makan di jalan aja," jawab Yuni sembari mengambil tas travelnya.
"Kalian benar nggak apa-apa ditinggal, hectic banget ini?" Bowo bimbang berdiri dengan menggendong ranselnya.
"Buruan keluar dari sini sebelum gue ubah jadwal kalian, mau?" Lirik Qiren tajam sebelum mengangkat telepon yang berdering kesekian kalinya.
"Nggak Mbak!! Kita pergi yaaa!! Bye, see you in Bali!!" Yuni mendorong Bowo keluar ruangan sambil cengegesan melambaikan tangan pada dua orang masih sibuk menerima telepon nasabah.
Yuni dan Bowo memang harus pergi dari kantor lebih dahulu karena mereka mendapatkan jadwal penerbangan kloter pertama untuk acara outing dan workshop Treasury yang diselenggarakan di Bali selama tiga hari dua malam, sedangkan Qiren dan Ferdy akan pergi setelah jam kantor selesai.
Langit malam Bali yang cerah menyambut kedatangan Qiren dan Ferdy yang tiba pukul 23.00 WITA. Mereka datang bersamaan dengan rekan-rekan treasury dari cabang Bandung dan Medan. Sembari menunggu mobil jemputan yang disiapkan treasury Bali, mereka saling mengobrol dan bersenda gurau. Seharusnya tidak ada masalah, tapi raut wajah Qiren sedikit merengut ketika mendapati Dissa, anak treasury Medan terus menerus mepet pada Ferdy dan tangan wanita itu terlampau aktif mencubit lengan kekar Ferdy, memukul manja punggung lelaki itu sambil tertawa genit, dan selalu mencari celah untuk berpegangan pada lengan Ferdy dengan alasan ia capek berdiri menunggu jemputan.
Lima belas menit kemudian jemputan tiba. Sialnya, Qiren dapat duduk di paling belakang, dan harus berbagi tempat duduk dengan Ferdy dan Dissa yang masih terus menempel.
"Mbak, kenapa manyun terus dari tadi? Pusing? Mual?" bisik Ferdy yang duduk di sampingnya. Qiren tak menjawab dan memejamkan matanya rapat hingga tiba di hotel.
***
Hari pertama di Bali diisi dengan workshop yang dimulai dari jam delapan hingga jam lima sore. Sudah menyebalkan jauh-jauh ke Bali dan harus diam di ruangan ber-AC menyimak materi yang hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan, ditambah lagi terpaksa melihat kegenitan Dissa pada Ferdy karena kedua orang itu duduk dua bangku di depan Qiren.
Akhirnya semua anak treasury terbebas dari asupan materi perbankan saat makan malam tiba. Rombongan dibawa ke kawasan pantai Sanur demi merasakan makan aneka makanan laut di tepi pantai, dilatari deburan ombak dan kelap-kelip lampu temaram dengan nuansa romantis.
Entah ini sudah keberapa kalinya Qiren mengambil udang bakar mentega dan mengulitinya dengan semangat. Satu senggolan ringan di punggungnya membuat Qiren menghentikan aktivitasnya dan menoleh.
"Nggak baca wa ya?" Ferdy merengut dan langsung duduk di sampingnya. Qiren hanya memperlihatkan kedua tangannya yang belepotan dengan saus udang.
"Dih, bantuin gue dong!"
"Ngapain?"
"Jauhin gue dari si Dissa itu dong ..."
"Bukannya kalian lagi pedekate ya?"
"Wiih, itu cewek kegatalan banget ya, no way! Ayolah Ren, lo kan teman gue."