Qiren membuka pintu apartemennya dengan lunglai. Hari Sabtu yang seharusnya ia bisa bersantai harus terambil selama enam jam dari jam sembilan pagi tadi karena ada pelatihan yang harus ia ikuti di kantor bersama teman-teman lainnya sesama peserta program pertukaran karyawan. Ia menjatuhkan dirinya ke atas kasur dan meraih bantal, berbaring menatap aneka gedung menjulang tinggi yang terlihat jelas dari jendela kamarnya yang terletak di lantai lima.
Jarum jam bergerak perlahan di angka empat sore. Hampir dua jam ia hanya berbaring sambil menelusuri isi sosial media milik artis korea, teman-temannya, bahkan akun tak dikenal yang sering muncul di berandanya. Isinya hampir seragam, mereka memposting kegiatan liburan akhir minggu di pantai, gunung, tempat wisata, bahkan yang hanya sekadar makan di kafe. Qiren pun bangkit dari kasurnya, mandi dengan cepat, dan memutuskan akan keluar untuk menghabiskan sore menjelang malam di Singapura seperti orang kebanyakan.
Tempat pemberhentian pertama adalah Singapore Botanic Garden. Qiren memang ingin menikmati sore hari yang tenang dengan melihat hamparan rerumputan hijau, aneka bunga anggrek di zona National Orchid Garden yang memiliki 600 spesies anggrek dan ruang konservasi bunga nasional Singapura.
Selain melihat banyaknya bunga cantik, Qiren juga mengunjungi zona Swan Lake, tempat sepasang angsa yang didatangkan dari Amsterdam, berenang di danau sekitar Singapore Botanic Garden dengan cantiknya. Puas memanjakan matanya dengan penghijauan, Qiren melanjutkan jalan-jalan mencari tempat makan.
Kini Qiren tengah berada di sebuah kafe yang bertemakan tokoh penyihir cilik Harry Potter, menghabiskan malam minggu bulan pertamanya di negara yang terkenal dengan patung kepala singa berbadan ikan itu. Qiren menyesap minuman Goblet of Fire-nya pelan-pelan, membiarkan kerongkongannya dialiri rasa pahit bercampur panas dan manis itu. Ia terkekeh sendiri membaca pesan yang dikirim Benu dan Nando minggu kemarin. Mereka berdua protes, mengomel dan marah karena Qiren memberitahu kepindahannya ke Singapura setelah dua minggu berlalu.
Qiren menggulirkan aplikasi pesannya dan berhenti pada pesan yang baru saja dikirim oleh Nando setengah jam lalu.
"Dimana Ren, share loc dong!"
"Gaya lo minta lokasi, kayak bakal nyusul kesini aja, wkwkwk ... nih gue kasih." Qiren langsung mengirimkan lokasi tempatnya berada saat ini sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum pada lelucon yang dikirim Nando. Bagaimana caranya lelaki itu bisa datang ke Singapura sementara dia sedang tugas di Jepang.
"Hai Rena!" Suara berat dan dalam yang dikenalnya tiba-tiba menyapa dengan napas tersengal. Qiren yang sedang mengunyah kentang goreng mendongakkan kepala dan langsung tersedak.
"Uhuk uhuk, Nando?" Qiren tidak mempercayai penglihatannya. Ia berkedip beberapa kali memastikan sosok tinggi, tegap, dengan wajah kuyu namun masih terlihat jejak tampan dengan sedikit kumis tipis yang ada di hadapannya itu nyata.
"Iya, ini gue." Nando mengambil tempat duduk di depan Qiren dan mengembuskan napas lega.
"Gimana bisa? Lo kan di Jepang?" Kebingungan Qiren ditanggapi senyuman tipis oleh lelaki bertubuh atletis itu. Tanpa permisi Nando mengambil minuman Qiren dan menenggaknya sekali tandas.
"Woy, itu bukan air putih!" Mata Qiren membulat melihat kelakuan Nando yang tidak seperti biasanya.
"Jalan yuk!" Nando tidak menjawab pertanyaan Qiren, langsung mengambil pergelangan tangan wanita itu mengajaknya keluar kafe.
"Eh, apa? Tunggu ..." Qiren terpaksa membayar cemilan malamnya yang belum habis dan mengikuti Nando.