"Buset panas banget di luar! Gimana guys, aman siang ini?" Qiren masuk ke dapur dari pintu khusus karyawan.
"Aman, dan rame banget ini Mbak!" seru salah satu pelayannya yang sedang menaruh pesanan di beberapa nampan.
"Sori ya baru datang, di bank antri tadi. Meja mana yang belum dapat makanan?" ujar Qiren menyesal, langsung memakai celemek dan mencuci tangannya.
"Nggak usah Mbak, Mbak Qiren kan capek, istirahat aja di kantor," sahut pelayan yang lain berusaha mendorong Qiren keluar dapur.
"Hei, kalian ini keteteran. Udah, mana pesanan yang udah siap?" Mata melotot Qiren membuat para karyawannya tidak berani membantah.
"Ini Mbak, lantai dua, meja 4!" seru staf dapur menyerahkan nampan berisi pesanan pada Qiren.
"Ok!" Sigap Qiren menerima nampan dan keluar menuju lantai dua.
Hiruk pikuk pelayan dan pengunjung yang berseliweran siang itu membuat senyum Qiren tersungging senang karena usaha kulinernya ini dinikmati banyak orang. Cepat dan cekatan Qiren berjalan cepat menuju meja nomor 4 yang ditempati seorang pria yang tampak serius bekerja dengan laptopnya.
"Maaf menunggu lama, silakan ini pesanannya Mas." Qiren meletakkan piring berisi nasi ayam teriyaki dan segelas teh melon.
"Makasih, Ren," jawab sang pemesan mendongakkan kepalanya dan menutup laptopnya.
"Lho?!" Qiren terkejut melihat pelanggannya adalah Ferdy.
"Akhirnya gue kesampaian juga coba maksi di sini."
"Memangnya kantor lo di mana?"
"Kantor gue di SCBD, tapi gue baru ketemu klien sekitaran sini, ya udah sekalian cari makan aja," cerita Ferdy menjawab pertanyaan yang tersirat dari raut bingung Qiren.
"Oh, baiklah."
"Ayo makan bareng gue Ren," ajak Ferdy tiba-tiba membuat Qiren yang tidak siap mendengarnya seketika merona.
"Eh ... oh, ini jam sibuk, gue harus bantu anak-anak dapur," elak pemilik kafe itu mundur perlahan.
"Ok, selamat bekerja. Jangan kecapekan ya, lo kan bosnya." Pengusaha periklanan itu mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum, lalu perhatiannya beralih ke piring makan siangnya.
Qiren mengangguk sekilas dan tersenyum tipis kemudian beranjak ke pengunjung di meja lain yang memanggilnya. Setelah memberikan daftar pesanan baru kepada stafnya, Qiren masuk ke kantornya dan mengempaskan dirinya ke kursi kerja yang empuk.
"Apa-apaan itu tadi? Kenapa muka gue terasa panas dan jantung gue deg-degan hanya karena ucapan dan senyum si Ferdy sih? No ... no ... no way!! Nggak mungkin gue jatuh ke perangkap yang sama kan? Sadar Ren, kalian baru aja baikan lagi setelah lima tahun, jangan bikin rusuh deh!" gumam mantan bankir itu pada dirinya sendiri sembari menatap langit siang Jakarta yang menyengat dari jendela ruangannya.
Tok ... tok ... tok ...