"Har, Harry ... gue harus ke kamar mandi!! Tolong buka pintunya! Gue gak akan kabur, Har!" Ini kali ketiga Qiren berteriak tapi tidak ada respon apapun dari arah luar pintu kamar.
Terdengar langkah kaki diseret mendekati kamar tempat Qiren disekap. Kunci pintu dimasukkan dan pintu membuka. Harry berdiri bersandar di kusen pintu sambil memegang sebotol bir.
"Kenapa teriak-teriak, sayang?"
"Gue boleh ke kamar mandi kan? Mau pipis!"
"Jangan coba cari cara buat kabur ya sayang!"
"Iyaaa, dimana kamar mandinya?"
"Tuh, lurus, belok kiri!"
Qiren melesat masuk ke kamar mandi. Sembari menuntaskan urusannya, ia berpikir, apa yang bisa ia lakukan untuk kabur dari tempat ini. Hanya ada satu cara yang terpikirkan olehnya. Mau tidak mau ia harus melakukan itu.
Setelah menenangkan diri, Qiren keluar dari kamar mandi, kembali ke kamar tempat ia dikurung. Harry duduk bersandar di tempat tidur sambil menenggak isi botol birnya. Pelan Qiren menghampiri dan duduk di sebelahnya.
"Hei, gimana lo dan Chika sampai terpisah dulu?" Qiren membuka obrolan.
"Hmm, yang gue tahu, dulu bokap terlibat utang sama rentenir, gak bisa bayar, dan gue diambil paksa sebagai pengganti utang bokap. Gue diasuh sama adiknya si rentenir itu sampai suatu hari ibu angkat gue sakit parah dan sebelum meninggal dia bilang siapa gue yang sebenarnya. Kakak ibu angkat gue, si rentenir itu pun udah renta dan tobat dari pekerjaannya, dia menyesal udah pisahin gue sama adik gue, dan memberikan alamat terakhir keluarga Chika."
"Terus, gimana?"
"Begitu gue ke rumahnya, ortu asli gue cerita kalau Chika udah meninggal karena kecelakaan gara-gara di tolol Ferdy bangsat itu!!"
"Har, kecelakaan itu sudah terjadi. Kita gak bisa memutar waktu. Bukan lo aja yang kehilangan, gue juga sebagai temannya sangat merindukan dia." Jemari Qiren mendekat menyentuh tangan Harry.
Harry menyambutnya dan mengelus lembut jemari Qiren. Ia menarik wanita itu agar lebih mendekat padanya. Tinggal beberapa centimeter lagi bibir keduanya akan beradu.
Jantung Qiren semakin terpompa. Dahinya berpeluh tanda ia gugup. Batinnya berbisik, "Bertahanlah Ren, lo harus bikin dia lengah!"
Harry mulai mencium Qiren dengan lembut. Aroma alkohol menyeruak dari mulutnya. Semakin lama ciuman itu semakin menuntut dan tergesa. Qiren memejamkan matanya membayangkan Ferdy akan datang menyelamatkannya dari siksaan ini.
"Oh Qiren, gue benar-benar menginginkan lo! Gue gak sabar nunggu pagi!" desah Harry menelusuri leher Qiren.
"Pagi? Ada apa dengan pagi?" Qiren menjauhkan wajahnya. Kedua ujung alisnya bertaut.