Suasana ruang interogasi di kantor polisi terasa mencekam. Ibu Chika terus mengalirkan air mata sembari memeluk erat Harry yang duduk tertunduk dengan tangan diborgol. Ayah Chika menepuk pundak anak lelakinya itu sebelum Harry dibawa keluar oleh polisi, didampingi psikiater dan pengacaranya.
Ferdy dan Qiren yang duduk di ruang tunggu saling pandang melihat adegan itu dari kaca pembatas. Ternyata ucapan Harry mengenai dirinya yang merupakan kembaran Chika benar adanya.
"Dunia ini sempit, siapa yang mengira Harry adalah kembaran Chika?" tanya Ferdy dengan suara menggumam.
"Ya, bagaimana bisa gue dulu jadi selingkuhan seorang cowok yang terobsesi menghabisi nyawa kekasih adiknya?" sahut Qiren sambil melihat Harry di kejauhan dengan tatapan hampa.
"Eh, 'Sephia'?" Status hubungan antara Harry dan Qiren yang baru diketahuinya cukup membuat Ferdy terhenyak.
"Stupid ya?" Qiren hanya terkekeh dan menyandarkan kepalanya ke dinding.
"Why?" pria jangkung itu penasaran, mengapa Qirena yang terkenal judes dan angkuh pada laki-laki bisa-bisanya jatuh ke pelukan seorang playboy dan hanya menjadi cadangan yang akhirnya tetap terempas begitu saja.
"Karena dulu gue minder, jadi begitu ada yang suka ya gue langsung terima walau jadi yang kedua. Setidaknya gue pernah ngerasain ada yang sayang dan perhatian. Gue gak mikir perasaan ceweknya, yaa ... sepertinya ini karma buat gue."
"Lo berharga Ren, lo pantas dijadikan ratu, bukan selir! Jangan berpikir ngaco ya!" Ferdy merasa bersalah karena dulu selalu merundungnya. Sepertinya hal itu telah membuat Qiren menjadi tidak percaya diri. Ia menepuk pelan tangan Qiren yang terasa dingin. Mata keduanya bersirobok, saling menerka isi pikiran masing-masing.
Mereka menoleh begitu pintu ruang interogasi membuka. Keduanya berdiri saat Harry berjalan mendekat. Qiren secara naluri mundur selangkah, menyembunyikan dirinya di belakang Ferdy.
"Maafin gue Qiren, gue ... gue," ucapan Harry terputus oleh tangisan yang tiba-tiba keluar. Tampaknya kembaran Chika itu benar-benar menyesal telah mencelakai wanita yang dicintainya.
Qiren masih berdiri di belakang Ferdy, tangannya gemetar meremas ujung kemeja Ferdy. Masih teringat kejadian malam itu, saat Harry menciumnya, menamparnya, dan melukai lehernya. Wanita itu bergidik, ia tidak mampu bicara, hanya anggukan samar yang berhasil dilakukannya. Harry melirik tajam pada Ferdy. Lelaki itu masih menganggap Ferdy sebagai orang yang seharusnya mati menggantikan adiknya.
"Tapi gue gak akan pernah minta maaf sama lo, bajingan! Gue bakal menghantui lo! Ingat itu!" ancamnya tiba-tiba pada Ferdy. Tangis yang tadi berderai berganti tawa yang menyeramkan.