Qiren membuka matanya yang masih terasa sepat setelah semalam bergadang menunggui Mamanya di rumah sakit. Tadi pagi giliran ayahnya yang berjaga dan Qiren bisa istirahat sebentar kembali ke rumahnya. Suara dering ponsel yang tidak kunjung berhenti sebagai penyebab utama mata Qiren membuka, rupanya tidak putus semangat. Ini sudah kali kelima ponsel itu meminta perhatiannya.
Dengan enggan diambilnya ponsel itu. Nama Ferdy tertera sebagai si penelepon agresif. Jam di ujung kanan atas ponsel menunjukkan pukul 10.10. Sambil menguap lebar, Qiren menekan tombol jawab.
"Ya?"
"Hei sleepyhead, bangun! Betah amat sih peluk guling? Mending meluk gue?"
"Pagi gini jangan ngajak ribut deh, Fer! Gue baru merem dua jam!"
"Mendingan cepat bangun, mandi, dandan yang cantik, kita cari sarapan rangkap maksi, gue ke rumah lo sejam lagi, deal?" cerocos Ferdy dan langsung mematikan telepon tanpa menunggu jawaban Qiren.
"Ooiii! Kutu kupret! Gue belum jawab main matiin telepon aja! Kebiasaan!" teriak Qiren memaki pada ponsel yang layarnya sudah berubah gelap. Wanita itu langsung bangkit dari tempat tidur dan melesat menuju kamar mandi.
Cuaca siang hari yang cerah ditambah angin sepoi-sepoi di rooftop restoran membuat mata Qiren terasa kembali berat. Seporsi nasi dan sapi lada hitam di piringnya sudah ludes tak bersisa, pun dengan piring di depannya. Ferdy yang sudah selesai mengunyah dan meneguk teh manis dinginnya kini menatap serius pada sahabat sejak SMP nya itu.
"Rena, gue bisa tanya sesuatu yang penting gak?"
"Apaan?" Qiren menjawab tanpa menoleh, sibuk mengaduk jus jeruk dan mulai meminumnya.
"Apa gue boleh ngelamar lo?"
"Pfff, uhuk ... uhuk!" Pertanyaan serius yang diucapkan dengan santai itu berhasil membuat jus jeruk yang diseruputnya muncrat mengenai meja dan membuat rasa kantuknya lenyap seketika. "Jangan bercanda gini dong, Fer!"
"Kali ini gue sangat serius Rena. Lo tahu sendiri kan gimana pendekatan gue selama ini ke lo, semua yang gue lakuin benar-benar pengin buktiin ke lo bahwa gue berniat meminta lo jadi pendamping hidup gue, Ren." Raut wajah yang ditampilkan Ferdy terlihat sangat serius, sehingga Qiren mengurungkan niat untuk meledeknya.
"Ferdy ...," Qiren yang biasanya bisa langsung menjawab, tiba-tiba kehilangan kumpulan kata untuk diungkapkan.