MELEPAS HARAP

Deya Nurfadilah
Chapter #6

Harap 6 : Terjerat Malu

Detik jarum jam terus bernafas mempercepat waktu terus bergulir, untuk kesekian kalinya Humeyra kembali keluar rumah untuk memastikan tidak ada orang di kost-an, sudah satu jam lewat Humeyra masih berdiri diambang pintu. Ingin sekali adzan ashar segera berkumandang untuk membubarkan kerumunan para santri sehingga Humeyra bisa melewat dengan tenang. Sayangnya yang ia dapatkan hanyalah sakit kakinya lama berdiri memantau di seberang sana namun tidak kosong juga tempat tersebut membuat jiwa Humeyra hampir gila memikirkan arah jalan yang mampu ia lewati tanpa harus berpapasan dengan para santri. Merasa frutasi, Humeyra mengacak kerudungnya seraya menggeram.

"Duh, gimana mau lewat kalau masih banyakan?" Humeyra gelisah. Manik nya teralihkan oleh sosok wanita seusai pulang sekolah. Bola mata Humeyra tak lepas melihat wanita itu sampai melewati para santri, mencoba memastikan bagaimana reaksi para adam bila ada satu perempuan melewati mereka. Spontan Humeyra berdecak kagum melihat wanita itu berjalan santai melewati kaum adam.

Lihat saja, satu perempuan melewat pun seluruh mata langsung memandang tanpa berpaling, apalagi dirinya yang pemalu? Humeyra tidak bisa seperti itu, yang ada dirinya akan ngacir terbirit-birit berusaha menjauhi gerombolan santri.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat, adzan sudah mulai berkumandang. Sebenarnya ia lebih menunggu Farid datang untuk membelikan pesanan bundanya, sialnya anak tengil itu tidak muncul juga. Humeyra memilih untuk masuk ke dalam rumah, jika ia harus mengambil jalan pintas, Humeyra tidak sanggup memutar jalan begitu jauh, ia sedang malas.

"Humey belum berangkat juga?!" pekik bunda membuat Humeyra terkaget lantas terkekeh.

"Belum bun, nunggu santri masuk ke dalam."

"Ya Allah! Nunggu santri masuk kapan Mey? Nggak akan masuk-masuk." Geram Bunda.

"Lagi adzan bun, pasti langsung masuk." gigih Humeyra.

"Jangan lama-lama, bunda mau masak ini."

"Secepatnya kok bun, tenang aja."

Selepas kepergian bunda, Humeyra kembali mengecek ke luar rumah. Beruntungnya kali ini semua santri sudah masuk ke dalam. Dalam hati Humeyra mengucap syukur karena adzan sudah membubarkan aksi kerumunan di luar kost-an. Dengan gerak cepat Humeyra melangkah agar saat nanti ia berjalan pulang tidak harus tertunda lantaran santri yang kembali berkumpul di luar. Saat mendekati area kost-an Humeyra memanjangkan leher, menelusuri ke seluruh penjuru kost-an terus memastikan tidak ada satu pun adam yang duduk. Apakah tindakannya ini terlalu berlebihan? Ayolah, coba jadi Humeyra sesaat, sulit bagi dirinya untuk memusnahkan rasa malu itu, entah harus berapa lama ia harus melatih dirinya menjadi pribadi yang lebih cuek dan tidak menghiraukan sekitar terutama perihal lelaki. Jujur saja karena kurangnya bergaul dengan laki-laki bahkan teman laki-laki pun nyaris tidak terdaftar dikontaknya membuat Humeyra merasa aneh jika berada dalam satu kerumunan dengan para ikhwan.

Humeyra tersenyum merasa bangga tidak ada siapapun di sana, akhirnya ia bisa melangkah dengan santai. Tidak perlu ada acara kabur-kaburan saat kepergok melewat oleh santri.

Seperti yang kalian tahu, ketenangan sudah Humeyra rasakan. Tapi nyatanya semuanya roboh kala suara pria memasuki gendang telinganya, tanpa di sadari Humeyra melewatkan tembok besar yang berada di pinggir tempat jemuran, seketika Humeyra terpaku menatap dua orang laki-laki tengah duduk sambil berbincang tiba-tiba saja berpaling memandangnya. Detik itu juga Humeyra langsung balik badan memutar haluan menuju rumah nya, laju kakinya melesat memnembus ruang waktu, ia menepuk jidatnya merasa bodoh atas tindakannya langsung pergi hanya karena ada dua laki-laki tengah duduk.

Sial! Kenapa harus ada di situ? Humeyra kira semua santri sudah masuk ke dalam.

Sudah pasti dua laki-laki tadi menatap nya kabur sampai bertanya-tanya ada apa dengan wanita tadi? Humeyra meringis mengasihani hidupnya terjerat oleh rasa malu. Ini tidak terlalu parah untuk jumlah dua orang daripada ia kepergok banyak santri, semakin mendidih wajah Humeyra nanti.

"BUNDAAA!" Teriak Humeyra berhambur menghampiri bunda yang sedang menyapu di halaman rumah.

"Oy Sari! Anakmu lari terbirit-birit balik badan melihat dua orang santri duduk di atas tembok, kenapa dia?" pekikkan itu membuat Humeyra menoleh mendapati Bu Surti berada di depan rumahnya.

"Iya ini biasa anak gadis pubertas lihat laki-laki bawaannya main kabur aja." celetuk bunda membuat Humeyra semakin mebelalakan mata lantas menatap ke arah kost-an, beberapa laki-laki menatap ke arahnya. Langsung saja Humeyra masuk ke dalam rumah.

"Padahal ndak apa-apa toh Mey, ganteng-ganteng tuh anak. Siapa tahu berjodoh toh Sar." seru Bu Surti diiringi kekehan dari keduanya.

Ya Tuhan, bukan ini yang Humeyra inginkan, digentayangi oleh rasa malu. Rasanya Humeyra sedang melihat hantu beneran saat melewati kost-an, bawaannya terkejut dan berlari sekencang mungkin. Kalau rasa malu dalam dirinya mendominasi, bagaimana bisa ia dekat dengan laki-laki? Sulit bagi Humeyra untuk menghilangkan rasa malu nya, bukan itu saja terkadang Humeyra mengeluhkan parasnya yang tidak seanggun dan se-ayu perempuan lain. Lagi-lagi Humeyra menghela nafas kasar.

Ya Allah, utuslah pria yang bisa mencintai apa adanya, bukan semata-mata karena paras.

~~~

Setelah kejadian sore tadi, pada akhirnya Bunda lah yang membeli terigu ke warung. Bahkan setelah insiden ini pun Humeyra semakin enggan untuk ke luar rumah lantaran malu. Seperti tadi saja saat akan mencari kucing kecilnya, ia harus negosiasi terlebih dahulu dengan Farid untuk mengambil Anko. Syukur, adiknya mau untuk mengambil Anko yang berada di luar.

Karena aksi malu nya, sekarang menjadi bahan perbincangan di meja makan bersama Kak Aisyah dan Bang Tama.

"Kamu tuh harus dikurangi rasa malu nya, kalau kamu malu terus nanti mereka tambah parah loh bercandain kamu dek." ucap Kak Aisyah.

"Kak Aisyah nggak ngerasain jadi aku karena sudah menikah. Coba kalau belum, pasti sama malu." elak Humeyra sambil mengaduk-aduk makanannya yang tak habis.

"Caper dong Mey, biar mereka pada suka." seru Bang Tama diiringi gelak tawa dari bunda.

Lihat selengkapnya