Saat semua orang tertidur lelap, Humeyra kembali terjaga. Malam yang sunyi memanggilnya untuk terbangun dan memecahkan keheningan dengan isak tangis menghadap sang Rabbi. Sepertiga malam menyuruhnya untuk bersujud pada Penguasa Langit. Seperti yang Humeyra dengar, kala diri terjaga di malam hari setelah tidurnya, sesungguhnya Allah sedang merindukan sujud hamba Nya lantas berdoa kepada-Nya meminta ampunan diiringi tangis penyesalan, apapun hajat yang diinginkan akan Allah kabulkan. Maka Allah memerintah untuk sujud menunjukkan betapa tidak ada apa-apanya seorang hamba, melainkan ingin dikabulkan setiap doanya.
Perlahan bulir bening mengalir membasahi pipi, kesepian yang kini sedang dirasakan seolah hanya ada dirinya dan Rabb. Meminta ampunan atas apa yang sudah diperbuat di masa lalu juga atas keraguannya terhadap kebesaran-Nya. Tuhan lebih tahu apa yang sedang Humeyra sedihkan, Tuhan tahu kepada siapa kini hatinya tertuju, meskipun sudah berkali-kali berusaha menempatkan Allah sebagai pengisi utama di hati, namun sisi hati yang lain menjerit lain.
Dalam benak nya Humeyra tidak ingin mudah jatuh hati hanya karena mendapati perlakuan manis terhadapnya. Ia tidak ingin dibodohi apalagi binasa karena cinta, biarlah diri ini tetap sendiri namun merasakan ketenangan jiwa daripada ia memelihara cinta penuh pengharapan yang belum tentu menjadi takdir dalam hidupnya.
"Engkau hadirkan sosok pria dalam hidup ku tanpa tahu alasan jelas ia memilih ku sebagai pusat perhatiannya. Perlakuan nya seolah mengharapkan, tutur katanya seolah meyakinkan, membuat hati nyaris terbuka untuk menerima. Padahal yang Engkau datangkan hari ini adalah sebuah ujian untuk menguji keimananku di tengah hijrahku yang baru aku mulai, Engkau tunjukkan betapa mudah nya aku jatuh cinta pada makhluk ciptaan-Mu, maka Engkau pertanyakan pada diriku, adakah cinta untuk-Ku? Satu-satunya Tuhan yang mampu mengabulkan doa hamba-Nya. Tapi hatiku keras kepala, malah semakin tidak sadar diri, menginginkan dia lebih. Pertemuanku hari ini adalah sebuah ujian menuju perpisahan kelak, yang tidak lain untuk membentuk mental dengan menimbulkan rasa sabar dan kelapangan hati.
Jika pun yang berdatangan saat ini kelak Engkau jauhkan maka berikanlah aku keikhlasan tiada henti, berikanlah aku kesabaran tanpa batas. Ambillah harapan ini saat ini juga, lupakanlah sejenak segala tentang dirinya kalaupun nanti takdir-Mu membawaku untuk bersatu dengannya. Sesungguhnya aku tidak ingin binasa karena cinta manusia, aku tidak ingin hati ini terluka karena berharap tanpa balasan. Engkau Maha Pemilik Hati lagi Pemurah, hati yang keraspun mampu Kau lunakkan dengan kunfayakun Mu, maka tidak ada yang mustahil bagi hatinya luluh untukku."
~~~
Pagi ini seluruh keluarganya sibuk membantu bunda membuat kue untuk dibawa ke rumah suaminya Kak Aisyah alias Bang Tama di Sumatera dalam rangka silaturahmi. Rencana Kak Aisyah akan pergi ke Sumatera selama empat hari, karena setelah pernikahannya ia belum sempat untuk bersilaturahmi pada keluarga Bang Tama, persoalan utamanya karena jarak juga persiapan ongkos. Rencana awalnya Ayah, Bunda, Humeyra dan Farid akan ikut, tapi mengingat biaya ongkos ke Sumatera lumayan mahal, Bunda hanya berpesan untuk menitipkan salam dan permintaan maaf karena tidak bisa ikut bersilaturahmi. Mungkin dilain waktu keluarganya bisa bersilaturahmi ke sana.
Humeyra sibuk mencetak kue-kue tanpa berbicara, semuanya hening, kecuali lantunan sholawat setelah sholat subuh yang berasal dari kost-an terdengar jelas. Farid yang biasanya di hari libur masih terlelap pun, kini sudah terbangun ikut membantu sang Bunda. Bunda sengaja membuat kue sebanyak ini untuk dibagikan juga ke sanak keluarga yang ada di kampung sekaligus untuk dikirimkan ke Ayahnya yang kini merantau di Bekasi.
"Mey, nanti tolong antarkan kue ke Paman Bedu ya, separuh kue yang matang sudah Bunda pisah untuk bagi-bagi, mubazir sisa banyak." titah Bunda pada Humeyra.
Mendengar perintah Bunda, Humeyra langsung mengintip ke luar kala lantunan sholawat sudah tidak terdengar lagi. Keadaan ruang tengah yang sedikit terbuka menampilkan tidak ada santri satu pun, tapi halaman kost-an lama kelamaan mulai dipenuhi santri yang sudah menjadi kebiasaan rutin di pagi hari. Nongkrong di sudut tempat jemuran sambil berjemur badan, beberapa santri yang lain pun ikut berkumpul di area halaman kostan. Beragam, ada yang sedang menabuh rebana sambil bersholawat, ada yang sibuk belajar juga sibuk berolahraga. Seketika nyali Humeyra menciut, mana mungkin ia bisa melewati kerumunan santri sebanyak itu?
Humeyra terdiam sejenak lalu membuang nafas berat, "Kalau lagi kosong ya bun, pagi-pagi banyak santri kumpul." ucap Humeyra terdengar lesu.
Perhatian Bunda tertarik pada anak keduanya, lantas menghentikan aktivitasnya, "loh, bukannya mau caper ke Agam? Agam lagi ada di luar loh Mey." canda Bundanya sontak membuat Humeyra kembali bangkit dan mencari keberadaan Kak Agam.
Mata Humeyra bertemu dengan perawakan Agam yang tengah berdiri di atas tembok menghadap ke arah rumahnya sambil bersholawat dengan suara lantang.
"Kalau banyakan Humeyra malu, lagian Humey nggak mau caper ah. Yang alami aja deh Bun, secentil-centil nya aku, harus menempatkan diri sesuai tempat nya hehe." kekeh Humeyra langsung direspon sorakan tak percaya.
"Sok alim kamu dek, padahal kalau lihat yang ganteng lewat langsung jingkrak-jingkrak Masya Allah pengen yang kayak gitu satu aja." ledek Kak Aisyah sambil menirukan gayanya.
"Biarin toh suka-suka Humey, yang penting nggak malu-maluin."
"Kamu nggak ingat Kak Humey waktu di acara tunangan anaknya Paman Bedu? Siapa yang ambil makanan banyak di sana? Bakso nambah tiga kali, siomay nambah dua piring, minuman es kamu ambil dua gelas besar. Makan prasmanan juga yang kamu ambil ayam asam manis paling banyak, itu namanya bukan malu-maluin toh?" celetuk Farid membeberkan semua apa yang Humeyra ambil saat itu, sukses semua yang ada di dapur tertawa lepas. Humeyra sendiri cuman bisa mendelikkan mata, kesal atas penjabaran adiknya yang begitu jelas.
"Kenapa emangnya? Itu namanya memanfaatkan momen, makanannya banyak toh mubazir nanti kalau yang makan sedikit." elak Humeyra.
"Hallaahh! Rakus itu namanya!" koreksi Farid sambil melempar tepung ke wajah Humeyra.
Bunda yang sedari tadi memperhatikan pembicaraan ketiga anaknya hanya tersenyum sendu, "Mey, Mey, kamu itu centil tapi pemalu, tapi malu-maluin Bunda juga." lagi dan lagi Humeyra menjadi bahan tertawaan keluarganya, saat ini Humeyra hanya bisa pasrah menerima keadaan menjadi topik lelucon. Tidak apa-apa, karena dengan tingkah nya ia sudah membuat tersenyum keluarganya di pagi hari.
Pahala ya Allah pagi-pagi sudah buat keluarga tertawa, tidak apa-apa saya ikhlas. Gumam Humeyra dalam hati.
Di tengah perbincangan yang semakin ngaler ngidul, perhatian Humeyra dan Farid teralihkan. Keduanya kemudian saling menatap dengan kedua mata terbuka lebar kala mendengar suara tak asing dari kolam ikan. Humeyra menggerakkan kepalanya tanda isyarat kepada Farid untuk mengecek siapa gerangan yang berada di kolam ikan.
Bila biasanya Farid akan mengelak, tapi kali ini adik kecil nya terlihat antusias langsung beranjak melihat dari ambang pintu. Setelah mengecek, Farid menoleh pada kakaknya.
"Si Salam." ucap Farid tanpa bersuara, sontak Humeyra menghampiri Farid dan mengintip di balik jendela.
Benar saja yang dikatakan Farid, ada Agam sedang menyebar sisa nasi untuk memberi makan ikan. Jelas pria itu tidak sendirian, Kak Agam bersama laki-laki yang Humeyra sukai saat pertama kali para santri ke sini, si betawi juga bersama dua pria lain yang Humeyra tidak kenal. Awalnya mereka tenang menikmati aktivitasnya memberi makan ikan, namun semuanya kacau kala si betawi menyiuk se-ember air kolam dan membanjurnya pada salah satu pria yang membelakangi nya.
"MABRUK ALFA MABRUK! 'ALAIKA MABRUK!" teriak si Betawi langsung disusul tawaan kedua temannya yang sama-sama bersekongkol.
Agam pun ikut andil membanjuri tubuh temannya yang sedang berulang tahun dengan air kolam, bahkan sampai menyiapkan daun pisan yang ia potong-potong kecil lalu melemparnya pada temannya yang berulang tahun, mungkin pengganti converti.
"BARAKALLAHU LA KU MAWA BARRAKA 'ALAIKUMA WAJAMA' A BAYNA KUMA FI KHOIR!!"
Ketiganya bernyanyi riang lantas disusul beberapa temannya muncul dari dalam kost-an, sekarang semua orang yang berada di kost-an melongo keluar sambil ikut bernyanyi dan bersorak untuk memeriahkannya. Tak ayal, Humeyra, Bunda dan Kak Aisyah juga mengintip dari jendela dapur. Sedangkan Farid secara gamblang menghampiri ke pinggir pagar untuk melihat secara jelas.
"HAHAHA BANJUR YANG BANYAK,"
"CEBURIN AJA SEKALIAN GAM! BIAR DIPATUK IKAN!"
Mendengar teriakan terakhir membuat Humeyra, Bunda dan Kak Aisyah terkekeh. "Masa iya dipatuk ikan? Yang ada dipatil ikan lele." sahut Humeyra dengan nada setengah berbisik.
Kedua bola mata Humeyra tak lepas menangkap perawakan Agam, matanya selalu mengikuti kemanapun Agam bergerak, hingga akhirnya pria itu menoleh ke belakang dan bertemu dengan manik Humeyra di balik jendela, Humeyra mendapati senyum Agam untuk dirinya yang langsung Humeyra balas dengan senyuman malu, lantas kembali bersembunyi di balik tembok dan sesekali mengintip ke arah luar.
"Farid! Kakak mu kemana?"
Humeyra dapat mendengar suara Kak Agam memanggilnya, gerak cepat Humeyra memanjangkan leher untuk melihat lagi.
"Ada di dalam lagi bantu Bunda."