Dari kejauhan Humeyra dapat melihat rumah megah dengan pondasi tinggi berwarna coklat dan cream, rumah serba tertutup dengan pagar tembok juga gerbang yang super mewah. Belum lagi bergeser ke sisi dalam rumah yang tiada henti berdecak kagum, semua barang-barang elite terpampang jelas. Usaha dari kerja keras manusia, mampu membangun istana dunia seperti ini. Kelak Humeyra pun ingin membangun istana impiannya di atas tanah juga langit. Semuanya bergantung pada kerja keras dan ikhtiar masing-masing, tapi Humeyra kembali mengaca diri, ia tidak punya apa-apa untuk dikembangkan, bahkan sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan. Beruntung mereka yang terlahir dari orang tua yang serba berada, apa yang mereka mulai akan terjamin kesuksesan nya.
Jatuh bangun di panggung kehidupan adalah sebuah perjalanan panjang menuju kesuksesan dan bahagia. Walaupun saat jatuh membuat mental ikut jatuh, namun sebagian orang merubah pola pikirnya bahwa posisi jatuhnya inilah yang akan membawanya menuju puncak keagungan. Hadiah setelah kesedihan.
Perlahan Humeyra membuka gerbang besar yang mengeluarkan suara decitan. Kepala Humeyra muncul dibalik dua gerbang besar, mata hitamnya berkeliaran mengitari penjuru rumah, yang ia dapati sepi sekitarnya. Memang rumah besar selalu identik dengan kesepian, tentram dan damai, terkadang membuatnya kesulitan memanggil pamannya ini, karena teramat luas Humeyra harus mengitari setiap pintu rumah dan memalukan nya ia baru mengetahui sebelum ia membuka gerbang, terdapat bel rumah yang menempel di tembok. Sudah terlampau jauh masuk ke dalam halaman rumah, Humeyra tidak ingin berbalik badan untuk memencet bel rumah.
"ASSALAMUALAIKUM, PAMAN BEDUUU." teriak Humeyra dengan nada seperti anak kecil mengajak bermain lantas ia terdiam mencoba mendengar suara menjawab salamnya.
Meskipun agak lama, akhirnya pintu rumah terbuka juga. Humeyra tersenyum lega kala Paman Bedu keluar dari rumahnya.
"Waalaikumsalam, eh Humeyra! Ada apa nak?" tanya Paman Bedu. Ini yang membuat Humeyra kagum pada Pamannya, meskipun harta melimpah tak sedikit pun kesombongan melekat dalam hati pria paruh baya ini. Sikap terhadapnya seolah Humeyra adalah anak kandungnya, mungkin karena Paman nya hanya mempunyai satu anak itupun laki-laki. Pernah ia mendengar dari Bundanya, dulu Paman Bedu mempunyai anak kedua dan anak terakhir inilah yang Pamannya tunggu-tunggu karena lahir seorang anak perempuan yang diidamkan nya.
Naas bayi perempuannya tak terselamatkan saat terlahir ke dunia, itulah yang membuat perlakuan Paman Bedu kepada Humeyra layaknya seorang ayah dan anak. Katanya anak perempuan pandai dalam mengurusi kedua orang tuanya, mudah dalam membantu pekerjaan rumah dibandingkan dengan laki-laki.
"Ini Bunda kasih kue untuk Paman, kebetulan habis bikin kue buat ke Sumatera, karena sisanya banyak takut mubazir dibagi-bagi deh sama Bunda." jelas Humeyra.
"Waah! Kue buatan Bunda emang enak-enak Mey, bikin Paman nggak berhenti makan. Kenapa Bunda mu nggak buka pesanan kue saja?"
"Makin tua makin gampang capek, itu yang selalu Bunda bilang. Bunda pengen jualan yang nggak capek, semisal sembako gitu," jelas Humeyra dibalas anggukan kecil dari Pamannya.
"Humey sendiri sudah dapat kerja?"
Lagi, Humeyra mendapati pertanyaan yang sama setiap ia berjumpa dengan orang lain. Humeyra merespon dengan gelengan kepala.
"Ku paman nikahkeun wae atuh, katanya ada yang bogoh ka Humey betul?" sontak mata Humeyra terbelalak, tahu darimana Paman satunya ini? Humeyra sendiri belum bisa menarik kesimpulan pria yang mendekatinya ini suka padanya. Ia takut memastikan perasaan orang lain dengan opini nya sendiri, takut kecewa dan patah hati.
(Translate : paman nikahkan saja ; bogoh = suka)
"Nggak ada toh, Paman tahu dari mana? Kan Humey nggak pernah cerita." ucap Humeyra cepat sambil menyembunyikan senyum malu nya.
"Kalau bukan dari Bundamu siapa lagi atuh Mey? Masa iya Paman tahu dari Pak RT?"
"Belum ada Paman," ucap Humeyra kembali mengingatkan.
"Nggak apa-apa, kamu masih muda masih panjang juga perjalanan hidup kamu. Cari kerja, kumpulkan uang yang banyak untuk masa depan."
"Laksanakan kapten!" seru Humeyra.
"Masuk dulu nak, mau makan?"
"Humey langsung pamit saja paman, Assalamualaikum."
"Yowess, waalaikumsalam. Hati-hati toh," ucap Paman Bedu yang dibalas anggukan dari Humeyra.
~~~
Matahari tepat sejajar dengan kepalanya, semakin menyengat kulit tangannya. Berjalan pada jarak yang dekat saja, keringat nya sudah meluncur melewati punggungnya. Cuaca terik seperti ini memang cocok nya meleguk minuman segar, setelahnya tidur menunggu sore tiba.
Kalau cuaca secerah ini, Humeyra teringat momen hangat keluarganya dulu. Jumlahnya masih lengkap, Kak Aisyah saat itu belum menikah, Ayah nya pun masih berdagang jajanan anak kecil di depan rumah. Saat sore tiba, keluarganya selalu menggelar tikar di halaman rumah lalu makan nasi liwet buatan Bunda dan Kak Aisyah. Tugasnya hanya diam saja menunggu semua masakan selesai sambil melihat Ayah nya membuat kerajinan dari kayu.
Humeyra bangga pada Ayahnya. Bisa mengerjakan apapun dalam rumah, kebiasaan Humeyra sejak dulu adalah memperhatikan Ayahnya yang sedang membuat meja makan kecil dari kayu. Apapun yang ada di rumah, pasti tangan mahir Ayahnya akan merubah nya menjadi barang berguna lagi. Bukan itu saja, tingkat kesabaran Ayah seperti malaikat. Senakal apapun Humeyra, apalagi Farid, tidak pernah sekalipun ia mendengar bentakan kecil yang keluar dari mulut sang Ayah. Kelembutanlah membuat hatinya tenang.
Sungguh beruntung Bunda bisa memiliki pria seperti Ayah. Dimana api menyulut emosi Bunda, akan ada penenang hatinya yaitu Ayah, makanya sejak ia kecil, jikalau Bunda marah akibat kenakalannya maka tempat perlindungan pertama adalah Ayah. Namun saat hatinya gelisah, maka tempat pengaduan pertamanya adalah Bunda. Dua insan yang bersatu saling menyempurnakan kekurangan. Setiap insan punya kelebihan dan kekurangan yang nanti akan disempurnakan oleh pasangan juga titipan Allah berupa anak.
Lamunan Humeyra pecah saat maniknya mengenali sosok santri yang sering membawa makanan ke area kost-an. Saat kost-an masih dihuni oleh santri wanita, sering Humeyra melihat pria itu menaiki motor dan tidak pernah lepas memakai headset. Entah apa yang pria itu dengar hingga saat berkendara pun ia harus mengenakan headset. Untuk pertama kalinya Humeyra berbicara dengan pria itu, saat ia membuang satu ekor kucing ke area kost-an yang sudah tidak dihuni lagi waktu itu. Saat berbicara pun tak ia dapatkan senyuman pada wajah pria itu, apakah sedatar itu untuk menjaga pandangan dan hati?
Hari ini Humeyra dipertemukan kembali dengan pria berheadset itu, dia sedang menunggu pintu terbuka sambil duduk di atas motornya. Sempat keduanya saling menatap namun hanya sebentar, sampai Humeyra melewatinya pun dapat Humeyra lihat dengan ekor matanya ada lirikan kaku yang tertuju pada Humeyra.