Tidak ada yang tahu kehidupan selanjutnya akan seperti apa, kelak jalan yang dilalui akankah lurus atau berliku? Setiap insan tidak ada yang tahu. Bahkan kejutan dari Allah pun selalu datang tiba-tiba, baik itu kabar baik atau kabar buruk. Dunia yang kini disinggahi adalah ladang kerja keras tiada henti, mengejar untuk sejajar atau menyerah untuk berjauhan, dua pilihan itu selalu menjadi hantu dalam jiwa. Bahkan keduanya pun memiliki resiko masing-masing, menghadapi sulit berakhir bahagia atau berleha berakhir menderita.
Dunia dan seisi nya sebenarnya akan terasa ringan bila dihadapi, bagaimana cara setiap insan memandang. Bahkan Allah menciptakan dunia dengan satu pedoman hidup yaitu Al-Qur'an, semua permasalahan di dunia ini sudah Allah berikan jawaban melalui Al-Qur'an, maka bila orang yang paham agama akan menganggap dunia ini sesungguhnya mudah dilalui bila kita berpedoman pada Al-Qur'an, tapi kebanyakan orang mengeluhkan setiap cobaan seakan berat untuk dijalani. Tidak jauh-jauh, Humeyra pun sering mengeluh saat menghadapi ujian.
Humeyra berandai bila saja cintanya hanya fokus untuk Allah dan kekasih Allah-Rasulullah, mungkin kesedihan nya dipenuhi dengan kerinduan kembali pada Sang Pencipta dan berjumpa dengan Nabi. Tidak ada yang ia harapkan dari manusia selain berharap kepada Allah, tidak ada yang perlu ia tangisi selain dosanya yang menggunung. Namun, cintanya jatuh untuk makhluk-Nya, mengemis-ngemis bahkan rela menangis berhari-hari hanya untuk meminta cintanya terbalas oleh manusia. Tak ayal Humeyra pun sama seperti itu, bila dibeberkan ia sangat berharap pada Agam mencintainya balik.
Tapi dibalik harapannya, selalu ada bisikan tak akan mungkin Agam menoleh pada apa yang Humeyra pendam dalam hati. Jangankan untuk menoleh, merasakan adanya getaran dalam hati Humeyra pun tidak akan Agam sadari. Humeyra takut untuk menerka, tapi hatinya selalu saja diyakinkan oleh perilaku Agam padanya, terkadang membuatnya melambung tinggi seakan Agam mampu ia gapai. Namun beberapa kalimat nasihat menjatuhkan nya ke dasar bumi seakan mempertegas derajatnya tidak sebanding dengan Agam.
Humeyra melirik jam dinding lantas membagi pandangannya ke seluruh penjuru rumah. Sepi. Saat ia datang ke rumah, Bunda dan Farid tidak ada di rumah. Diam beberapa menit, Humeyra mendengar derap langkah Farid, sampai pintu rumah terbuka manik Humeyra dibiarkan memandang perawakan Farid masuk ke rumah.
Kening Humeyra mengerut, "kamu makan coklat dari siapa?" tanya Humeyra, posisinya masih berbaring di sopa.
Farid menunjukkan stoples berisi coklat, "ini? Ini coklat kurma dari Kak Agam, barusan dia kasih ini setelah aku pulang jum'atan." jawab Farid sambil mengunyah sisa coklat kurma di tangan, setelahnya Farid menjilati satu persatu jarinya.
Sedangkan Humeyra yang mendengar pun langsung membuka mata lebar, "nggak bohong kamu Rid? Stoples itu dari Kak Agam? Dalam rangka apa dia ngasih ke kamu toh?"
Farid merenggut, "memang orang kalau mau kasih sesuatu harus hari-hari tertentu? Kapan aja kalau mau ngasih mah, rezeki itu datang selalu tiba-tiba." jelas Farid lantas duduk di samping Humeyra.
"Iya! Iya! Minta dong satu," Humeyra hendak mengambil satu bungkus coklat kurma namun dengan tangkas Farid menyembunyikan toples nya.
"Eitss! Nggak boleh, ini cuman aku yang boleh makan,"
Humeyra cemberut, "dasar pelit!"
Farid menatap sinis pada kakaknya, "nih! Cuman satu aja!" Farid memberikan satu bungkus coklat kurma.
"Dua dong! Satu aja nggak cukup cuman sekali ngap ini mah!"
"Nggak ada penawaran, syukur syukur sama aku kasih coklat nya." tolak Farid masih menyembunyikan toples tersebut.
"Ada apa ini ribu-ribut? Nggak pada tidur siang?" Bunda datang menengahi pertengkaran mereka lantas duduk di samping Humeyra.
"Ini Bun, Farid pelit! Masa aku minta coklat kurma nggak di kasih." Humeyra mengadu pada ibunda, Farid yang mendengar pun tidak terima dibilang tidak berbagi.
"Kan aku tadi kasih buat kamu Kak Humey!" elak Farid, nada bicaranya meninggi.
"Cuman satu toh! Aku pengen dua aja, isinya juga masih banyak." protes Humeyra tidak ingin kalah.
Sari melihat perdebatan kedua anaknya yang semakin menjadi, Sari memilih untuk melerai keduanya, "sudah, memang coklat kurma nya dari siapa dek?" tanya Bunda.
"Farid dapat dari Kak Agam."
Mendengar jawaban dari sang anak, ekspresi Bunda berubah, "modus itu Mey, sebenarnya itu buat kamu, tapi dibelokin ke Farid." tutur Bunda membuat Humeyra tersenyum malu.
"Emang iya Bun?"
"Namanya juga laki-laki Mey, sekali penasaran ya terus dipepet sampe dapat. Kalau sudah tahu, dilepas dengan sendirinya."
"Berati Humeyra cuman pelarian dia aja dong?" wajah Humeyra terlihat kecewa.
"Makanya sudah Bunda dan Ayah bilang berkali-kali jangan dimasukkan ke hati, akhir-akhirnya kamu berharap juga kan sama Agam? Ingat Mey derajat kita berbeda dengan dia, terasa mustahil dia mau sama orang seperti kita yang serba kekurangan apalagi kurang akan ilmu. Mereka pasti mengincar yang setara dengannya Mey." jelas Bunda.
Humeyra menghempas punggungnya ke sopa, "memangnya cinta seseorang timbul kalau kita sederajat sama dia? Kenapa kesetaraan menjadi pembanding direstui nya cinta? Itu bukan cinta namanya Bun." keluh Humeyra.