MELEPAS HARAP

Deya Nurfadilah
Chapter #17

Harap 17 : Sendu Hati

"Singgah hanya karena penasaran, berusaha mendekat seolah paling menginginkan. Saat semua terjawab, perlahan langkahmu semakin mundur, mempertegas ketertarikan mu hanya sesaat."

Bahagia untuk berjumpa dengan kesedihan, tawa lepas ternyata untuk menyapa tangis, harapan pun berusaha disandingkan dengan keputus-asaan. Semakin menunggu ternyata waktu semakin lama berganti, hal-hal yang tidak diinginkan berdatangan menampar diri. Rasa kecewa beriring kesal selalu menjadi dominan dalam hati, menggunung sampai akhirnya pecah menjadi tangis tanpa suara. Selalu seperti ini, apa yang berisik di hati akan tampak kala menangis.

Pagi yang cerah tidak mewakilkan hatinya yang mendung. Berhari-hari gelisah bersemayam dalam hati, berusaha Humeyra tahan tanpa bercerita. Agam semakin jauh dalam pandangannya, hal manis diawal membawa pahit diakhir. Humeyra rindu pertemuan awal dengan Agam. Saat itu keduanya masih sama-sama malu untuk bertemu, hanya bisa tersenyum lantas pergi menyembunyikan diri, meskipun begitu keduanya sama-sama ingin memandang, mencari cara untuk bertemu. Saat Humeyra berada di halaman dapur, tanpa disadari Agam sudah berada di tempat jemuran berdiri menghadap ke rumahnya lalu bernyanyi, selalu berhasil membuat Humeyra tersenyum.

Lantas berusaha memanggilnya dengan menyebut nama kucing kecilnya-Anko. Setelahnya pasti Humeyra akan muncul dibalik pintu untuk menyapa senyuman Agam, sesekali berkomunikasi dengan bahasa isyarat. Kapanpun Agam melewati rumahnya, Humeyra akan menunggu akhir dimana Agam berbalik menoleh ke rumahnya, saat itu Humeyra akan muncul dibalik gorden untuk tersenyum pada Agam. Tak ayal Humeyra pun sering terkejut kala kehadiran Agam selalu tertangkap saat Humeyra sedang mengepel di teras depan. Berjalan mendekat sambil menenteng sisa makanan untuk disebar ke kolam ikan, setelahnya Agam akan berdiam lama sambil belajar dan hal itu rutin setiap harinya.

Hari berganti cepat, pagi pun terasa cepat bertemu senja, semakin sulit pula Humeyra melihat Agam. Semenjak itu Humeyra lebih banyak bertanya pada Farid tentang keberadaan Agam, nihil adiknya pun selalu menjawab tidak tahu. Tak ingin bersuudzon, Humeyra memenuhi pikirannya dengan hal baik. Mungkin karena sedang ujian Agam lebih sibuk belajar di dalam, mencari ketenangan agar mudah mencerna materi.

Setiap pagi tidak pernah absen Humeyra memastikan Agam bisa melalui semua ujian, meskipun hanya sesaat setidaknya ia tahu Agam masih ada di sini. Humeyra kembali memasuki kamarnya duduk berdiam di meja belajarnya sesekali membuka buku secara acak lantas membaca tanpa paham apa yang sedang ia baca. Bosan. Memang dirinya bosan, berhari-hari diam di rumah mengulang aktivitas sama.

Apa yang dipertemukan pada ku hari ini, jangan biarkan perpisahan membuat tangis ku berderai. Aku ingin melepas dengan keikhlasan dalam hati tanpa mengeluh, bukan tanpa alasan Allah mentakdirkan perpisahan tanpa pelajaran. Jika pun ini menjadi yang terakhir, lupakanlah sejenak segala hal menyangkut dirinya, pudarkanlah rasa dihati, buatlah hati ini mudah merelakan, tidak apa jika harus banyak menangis asalkan ia tidak menangis saat hari berpisah dengan nya tiba. Apapun alasan dia mendekat, walaupun dilandaskan karena rasa penasaran, Insya Allah dengan kelapangan hati ku terima. Sesungguhnya Engkau lebih tahu apa yang aku butuhkan, bukan apa yang aku inginkan.

Akhir-akhir ini memang Humeyra berusaha untuk tidak peduli walau pada hakikatnya ia masih mencari. Mulai hari ini Humeyra berusaha untuk melupa semua yang berkaitan tentang Agam, ia tidak ingin merasakan sakitnya diakhir. Merasa tersiksa akan rindu, sesak menahan tangis mengenang hari-hari manis dengan Agam. Lebih baik ia mulai acuh dari sekarang, Humeyra ingin berhenti mencari tahu tentang Agam.

Humeyra beranjak menuju tempat tidurnya, sebelum itu ia melirik layar ponsel di atas nakas, lantas mengambilnya penuh kekhawatiran. Sejauh ini Humeyra masih bisa mengontrol ekspresi wajahnya, tapi saat satu nama tertera di layar ponsel helaan nafas pajangan terdengar berat beriring tubuhnya jatuh tepat di atas kasur. Sejenak matanya terpejam, baru saja Humeyra ingin melupa, kini Agam muncul memberinya pesan.

WalifAgam :

Alhamdulillah, ujiannya sudah beres semua Humeyra

Humeyra masih setia memandang layar ponselnya, bingung harus merespon seperti apa.

Humeyra :

Alhamdulillah, bagaimana bisa jawab semua soalnya?

WalifAgam :

Beuh, bukan kaleng-kaleng soalnya. Tapi Alhamdulillah bisa.

Humeyra termenung, ia ingin menanyakan sesuatu tapi ia belum siap untuk menghitung hari nanti. Humeyra ingin tahu kapan Agam akan pulang, dengan ragu jemari lentik nya mulai menari di atas layar ponsel.

Humeyra :

Kak Agam kapan pulang?

WalifAgam :

Loh memang pengen banget aku cepat pulang?

Bisa keluar sebentar? Ke tempat jemuran, nggak ada siapa-siapa tenang.

 

Lagi-lagi Humeyra menghela nafas, "Ya Allah niat melupa malah semakin mengingat." gumam Humeyra.

Sebelum ke tempat tujuan, Humeyra mencoba memantau keadaan sekitar, apakah benar tidak ada teman Agam yang lainnya. Saat dirasa semua aman, Humeyra berjalan ke luar. Baru saja ia keluar dari pintu rumah ia sudah bisa melihat Agam tengah berdiri menunggunya, tanpa disadari senyum terlukis indah di wajah Humeyra. Awalnya Humeyra berjalan tergesa, tapi saat mendekati kost langkahnya mulai melambat, seperti biasa riwayat debaran jantungnya kembali kumat, aneh nya selalu kambuh kala ia hendak berjumpa dengan Agam. Keringat dingin di tangannya mulai berkeluaran, gugup mulai memonopoli dirinya.

Humeyra tersenyum kikuk lantas menghampiri Agam tepatnya seperti malam kemarin, ia berada di halaman rumah bibik nya lantas menatap Agam menengadah ke arahnya.

"Assalamualaikum, Humeyra bagaimana sehat?" tanya Agam mengawali pembicaraan.

"Waalaikumsalam, alhamdulilah sehat. Kak Agam sendiri sehat?"

"Yah beginilah, sehat."

Humeyra terdiam bingung apa yang harus Humeyra tanyakan.

"Hmmm ustadz nggak nyariin Kak Agam? Kalau ketauan gimana nanti di hukum gara-gara ketemu perempuan?" tanya Humeyra merasa risau akan sekitar sambil melirik sekitar memastikan semuanya masih baik-baik saja. Namun saat Humeyra kembali menatap Agam, yang ia lihat laki-laki tengil itu masih setia tersenyum memandangi nya membuat Humeyra kikuk ingin menutup wajahnya karena malu. Kenapa Agam bisa-bisanya bertingkah seperti ini sedangkan Humeyra masih belum terbiasa dengan perlakuan Agam.

"Udah khawatirnya? Semuanya aman selagi Agam bisa kendaliin. Kalau kamu takut ketauan sama orang lain atau nanti ketahuan sama Ustadz kamu bisa sembunyi dibalik tubuh Agam, pasti dilindungi kok hehe, paham nggeh?"

"Kak Agam bercanda mulu yaa," ucap Humeyra.

"Loh kamu nggak suka? Kenapa juga takutnya, aku bilang kan aman."

"Soalnya kalau Kak Agam ketauan terus dihukum kasian, aku ndak akan bisa lindungi Kak Agam." cicit Humeyra setelahnya tersenyum malu, tak bisa disembunyikan bahwa Agam pun ikut tersenyum memalingkan wajahnya.

"Bisa gombal ya kamu."

"Agam baru selesai ujian hari ini hehe," sambung Agam sambil menggaruk kepalanya.

"Masih lama di sini?" Tanya Humeyra.

"Hmm, pengennya lama atau sebentar?" tanya Agam terselip nada jahil di dalamnya, namun lagi-lagi Humeyra hanya bisa tersenyum malu.

"Lama juga nggak apa-apa." jawab Humeyra membuat Agam terkekeh.

"Seperti nya sebentar, Agam pulang tinggal menghitung hari aja dek," jelas Agam.

Begitu kentara perubahan raut wajah Humeyra menjadi sendu, jujur sulit baginya menyembunyikan kesedihan, mendengar langsung penjelasan dari Agam membuatnya semakin menjadi menahan linangan air mata. Ia tidak ingin menangis di depan Agam, ia takut hanya dirinya yang merasa sedih atas kepergian Agam. Ia takut Agam malah heran melihat dirinya menangis hanya karena ditinggal, sementra pertemuan antra dirinya dengan Agam terbilang sebentar.

Humeyra mengangguk paham, "oh gitu ya, dijemput?"

"Iya dijemput Umi sama Abah,"

"Kabarin aku kalau mau pulang,"

Terlihat Agam tersenyum, "kenapa? Karena pertemuan terakhir? Takut rindu ya?" tanya Agam bertubi-tubi.

"Bukan gitu,"

"Iya aku paham, tenang saja kan sudah punya nomor Humey, bakal Agam hubungi terus. Jangan sedih, tetap semangat buat banggain Bunda dan Ayah." Kali ini Humeyra dapat merasakan bagaimana keseriusan Agam dalam berbicara kepadanya. Raut wajah Agam menyiratkan bahwa semuanya tidak ada yang perlu ditakutkan selagi ada Allah. Seberapa jauh pun jarak memisahkan tidak akan menyulitkan dua insan untuk bertemu kembali apalagi untuk bersama.

Sesak di dadanya mulai membara, seketika Humeyra menghela nafas berat beriring linangan air mata sudah berkumpul disudut mata, segera Humeyra menghapus untuk menyembunyikan perasaan yang bergejolak di dalam hatinya.

Bagaimana aku bisa semangat kalau penyemangat ku hendak pergi? Tanpa disadari kamu yang buat diriku selalu semangat menjalani hari, kamu yang buat semangat hijrah ku menggebu.

Lihat selengkapnya