Hari ini akhirnya tiba, dibalik kaca Humeyra kembali menatap diri, jika dulu ia berdandan membawanya bertemu dengan Agam, maka sekarang ia kembali berdandan untuk berpisah dengan Agam. Masih dengan baju yang sama, saat menghadiri acara tunangan anak paman Humeyra mengenakan dress berwarna hijau, maka hari ini Humeyra menghadiri undangan pernikahan temannya mengenakan dress hijau juga.
Kata Agam, hari ini adalah acara perpisahan para santri di kampung ini. Sudah pasti Agam sedang sibuk memasak atau bahkan sibuk yang lain. Humeyra menghela napas lantas beranjak meninggalkan kamarnya. Di ruang tamu ia sudah melihat Bunda dengan pakaian rapih, niatnya ikut mengantar Humeyra pergi kondangan, karena ini adalah kali pertamanya Humeyra kondangan jadilah ia meminta antar Bunda.
"Bun, Humey malu pergi nya," rengek Humeyra.
"Harusnya kamu sendiri ke sana Mey, inikan pernikahan temen kamu, kenapa Bunda harus ikut?"
"Ya kan Humey malu, takut salah salaman sama pengantin," jawab Humeyra sedikit cemberut.
"Ada-ada aja kamu Mey nggak bisa ngebedain pengantin, sudah ayo berangkat mumpung masih pagi,"
Akhirnya meskipun bermodalkan malu, Humeyra tetap berangkat ke acara pernikahan temannya. Jika yang lain datang bersama pasangannya, maka Humeyra berbeda dari yang lain, ia datang ditemani Bunda. Tak apa, lebih baik bersama Bunda daripada ia luntang-lantung di sana seperti orang hilang, lebih mengenaskan lagi nasibnya.
Jika dulu, Humeyra melewati kost-an akan dilanda malu dan gugup, hari ini dirinya sedikit tenang karena akhir-akhir ini santri selalu berdiam di dalam, tidak banyak berkoar seperti pertama kali datang. Syukurlah, setidaknya hidupnya kembali normal, yang biasanya Humeyra akan celingak-celingak memastikan tidak ada satupun santri berada di luar kost, kali ini Humeyra sedikit memberanikan diri untuk bersikap biasa saja. Meskipun agak sulit, memang sejatinya sifat malu perempuan itu melekat dalam diri.
Sesampainya di tempat pernikahan, Bunda menyuruhnya untuk mengisi salah satu tempat duduk yang kosong. Ia datang berbarengan acara sudah di mulai, semua orang berkumpul untuk menyaksikan akad. Teman seumuran nya sudah dipertemukan dengan jodohnya, bahkan ikatan sakral sedang mereka jalani. Semudah itu mereka bertemu, berbeda dengan Humeyra yang terus menerus dipertemukan lantas dipisahkan, selalu berada pada posisi ketidakpastian, ujung-ujungnya cintanya bertepuk sebelah tangan.
Melihat acara pernikahan berlangsung, Humeyra sempat termenung pikirannya membayang, kapan ia bisa duduk di atas pelaminan bersama orang yang Allah takdirkan untuknya? Kira-kira siapa pria yang berhasil mendapatkannya sehingga dirinya bisa memutuskan untuk hidup bersama?
Keadaan sekitar seketika hening menyaksikan ijab qobul. Pastinya mempelai pria sedang dilanda kegugupan untuk mengucapkan ijab qobul, bukan hanya pria saja, wanita pun sama ikut merasakan gugup dan gelisah berharap acara berjalan dengan lancar. Humeyra mencoba mendekat, lebih jelas melihat bagaimana proses ijab qobul. Suatu hari nanti juga Humeyra pasti akan berada di posisi ini, sekali dalam seumur hidup dirinya akan merasakan puncaknya gelisah, dirias, diagungkan bak seorang ratu di atas pelaminan, duduk berdua bersanding dengan orang yang ia cintai.
Betapa bahagianya Humeyra bila nama yang selalu ia sebut dalam doa sebenarnya sudah lebih dahulu Allah tuliskan untuknya dan akhirnya terkabul menjadi imamnya kelak.
Saudara Khalid bin Ahmad, saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan anak perempuan saya Fatimah As-Sa'id dengan mas kawin emas sepuluh gram dibayar tunai!
Terlihat mempelai pria terdiam sejenak untuk menarik napas panjang, hingga akhirnya mulai bersuara lantang.
“Saya terima nikah dan kawinnya Fatimah As-Sa'id binti Umar dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”
"SAH!"
"Alhamdulillah," ucap hadirin ikut bernapas lega setelah menyaksikan ijab qobul penuh ketegangan.
Tak ayal Humeyra pun ikut mengendurkan bahu setelah mendengar ijab qobul berjalan dengan lancar, tanpa disadari dirinya pun tersenyum bangga kala akad nikah berjalan dengan lancar. Rasa haru menyeruak dalam diri, ia melihat mempelai wanita mulai meneteskan bulir air matanya, kedua orang tua juga sanak keluarga ikut menitikan air mata melihat anaknya sudah berada digenggaman suami pilihan.
Kelak Humeyra juga menginginkan pernikahan sederhana namun bermakna disetiap acara. Ia menginginkan acara pernikahan yang begitu islami, dimana nanti ia akan menemui suaminya setelah akad usai, memulai lembaran baru bukan sebagai seorang anak, melainkan seorang istri yang akan menjadi ibu dari anak-anaknya nanti.
Rangkaian acara pernikahan selesai, sisanya tinggal sesi foto bersama. Bila yang lain rebutan untuk berfoto bersama pengantin, Humeyra malah didesak Bunda untuk berfoto dengan pengantin. Jelas dengan satu kali hentakkan kaki, Humeyra menolak permintaan Bunda, walaupun sang pengantin adalah teman kelas semasa SMA, tetap saja malu menjadi alasan utama Humeyra.
"Humeyra Iftinah Pakeejah, ayo naik mumpung lagi kosong toh!" pekik Bunda terus mendorong punggung Humeyra agar melangkah maju. Namun Humeyra sekali lagi memundurkan langkah menolak.
"Nggak mau Bun, malu. Cuman salaman aja deh," rengek Humeyra.
"Astagfirullah ini Bunda punya anak perempuan malu nya sejagad, mau sampai kapan kamu terus malu Mey? Apalagi nanti kamu menikah? Lebih-lebih dari ini loh." tutur Bunda membuat Humeyra kembali merengek.
"Kenapa harus foto sih Bun? Lagian Humeyra bukan keluarga deketnya juga."
"Biar nular nikahnya, ayok! Siapa tahu Agam yang Allah takdirkan buat kamu."
Humeyra berdecak, "Ck! Aku ndak mau berharap toh Bun, sakit. Kak Agam mau pergi aja sudah sesakit ini,"
"Berdoa, semuanya usahakan dengan doa. Berusaha jadi lebih baik, jangan mudah menyerah hanya dengan satu kali berdoa, harus berkali-kali."
"Iya Bunda ku yang cantik, yuk pulang."
"Humeyra!" pekik Bunda, mata nya tersorot nyalang pada Humeyra.
Pada akhirnya Humeyra mengikuti perintah Bunda, naik ke atas pelaminan untuk berpamitan pulang sekaligus meminta foto bersama. Seberapa kali pun Humeyra menolak, jika itu sudah perintah Bunda, yang ia tolak akan berubah menjadi penerimaan. Dengan langkah ragu beserta gugup Humeyra berjalan ke atas pelaminan seorang diri.
Di depan matanya ia melihat dua mempelai pengantin tengah duduk lantas beralih menatap dirinya mendekat. Humeyra tersenyum lantas menyalami keduanya.
"Masya Allah Fatim sudah sold out. Barakallahu lakum wa baraka alaikum. Selamat atas pernikahannya Fatimah, semoga kamu dapat menjadi bidadari terbaik untuk suami dan anak-anakmu kelak, juga kehidupan rumah tangganya selalu dilimpahi rahmat dan berkah dari Allah ta'ala." ucap Humeyra tak lepas menepuk kedua tangan Fatimah yang ia genggam. Setelah berhadapan langsung dengan temannya, Humeyra masih tidak menyangka teman satu umurnya sudah lebih dulu menikah.
"Aamiin Allahumma aamiin, Alhamdulillah makasih banyak Mey doanya, kamu kapan nyusul? Sudah ada kandidat nya?"
Humeyra tertawa hambar, "Sama-sama, Insya Allah datang secepatnya ke rumah, doakan ya,"
"Boleh foto bersama?" tanya Humeyra ragu.
"Boleh banget Humey!" seru Fatimah begitu girang.
"Tunggu sebentar," cegah Fatimah membuat Humeyra yang akan berpindah posisi terpaku lantas menatap Fatimah dengan tatapan heran.
Tanpa disadari Fatimah memberinya sebuket bunga hidup yang dihiasi oleh bunga mawar berwarna merah, "buat kamu Mey, semoga dipermudah jalan jodoh kamu untuk bertemu denganmu atas izin Allah,"