Semalaman Humeyra tidak bisa tidur, indera pendengarnya begitu tajam menyimak acara di kost-an, dari yang ia dengar begitu meriah sampai-sampai ia mendengar teriakan juga siulan diiringi gelak tawa, tak ayal ia juga mendapati pesan dari Agam bagaimana suasana di dalam kost-an. Meski sedih, setidaknya terobati dengan kabar dari Agam. Namun sedih itu semakin meraja kala subuh ini Humeyra sudah mengintip di balik jendela melihat satu mobil terparkir di halaman kost. Mungkinkah mobil itu yang akan menjemput Agam pulang ke rumahnya? Humeyra berjalan cepat menuju kamarnya lantas mengambil benda pipih di atas nakas, jarinya menari cepat di atas layar mencari user name Agam.
Humeyra :
Pagi-pagi kah berangkatnya?
WalifAgam :
Iya Mey, kurang lebih jam delapan
Nanti Agam mau mampir sebentar ke rumah boleh? Mau pamit sama Bunda.
Napas Humeyra seketika memburu, merasakan sesak bergumul dalam dada berusaha menerima kenyataan bahwa Agam akan pergi dari kampung ini.
Humeyra :
Boleh Kak Agam, ke rumah saja
Barang-barangnya sudah siap semua? Ndak ada yang ketinggalan?
Walif Agam:
Sudah Mey, semuanya sudah aku beres masuk tas
Ayo mandi biar nanti ketemu sama Agam sudah cantik hehe...
Humeyra :
Siap komandan.
Sesekali Humeyra menepuk dadanya berusaha menenangkan gejolak kesedihan dalam jiwa. Air matanya sudah mendesak di sudut kelopak matanya untuk segera membasahi pipi. Rasa sedih ini kembali hadir setelah tiga tahun lenyap, begitu sakit dan menyiksa. Tidak terasa, tinggal hitungan jam jarak mulai terbentang antara keduanya. Siapkah Humeyra kembali bertemu dengan kata ikhlas? Seberapa banyak tangisnya membuat kedua matanya sembab tidak akan merubah takdir Agam akan tetap tinggal di sini. Mungkin hatinya meronta karena sedih yang Humeyra tanggung, dibalik itu Humeyra ingin melihat hikmah dari apa yang sekarang dialami. Hanya saja Humeyra harus lebih banyak bersyukur dan bersabar lagi dalam menanti bahagia yang ia dambakan.
~~~
Sebelum tepat jam sembilan pagi, Humeyra sudah siap menyambut Agam dari dapur. Ia duduk di salah satu kursi makan yang langsung tertuju pada jendela dapur, melalui gerak matanya ia menangkap pergerakan Agam membenahi barang-barangnya ke dalam bagasi mobil, pria itu sudah rapih mengenakan sarung dipadupadankan dengan kemeja putih.
Humeyra mencari-cari keberadaan Bunda, untungnya Bunda baru saja pulang dari warung, jadinya ia tidak usah berhadapan lama-lama dengan Agam. Yang Humeyra takutkan, ia bisa menangis deras di hadapan Agam, ia hanya ingin ketegaran yang Agam lihat dalam dirinya, walau sebenarnya ia sangatlah rapuh. Senyum bisa membodohi, tapi hati tak mampu mengelak bahwa benar dirinya sangat bersedih atas perpisahan ini, karena sejatinya perempuan mahir menyembunyikan dalam diam walau sebenarnya terluka.
Beberapa menit menunggu kehadiran Agam, akhirnya ia mampu menangkap pergerakan Agam berjalan menghampiri rumahnya. Hatinya berdebar hebat, berat hati Humeyra menyambut kedatangan Agam. Nyatanya Agam datang ke rumahnya untuk berpamitan, dari ambang pintu Humeyra sudah mendapatkan senyuman manis dari Agam. Senyuman terakhir yang akan ia lihat, perlahan memudar dikikis oleh waktu. Humeyra berharap, bisa melihat Agam berjalan ke rumahnya kelak dengan niat baik setelah terciptanya perpisahan yang memakan waktu lama. Tanpa di sadari sudut matanya mulai basah, hingga satu tetes air mata meluncur ke pipinya.
"Assalamualaikum, Mey." sapa Agam disambut senyum sendu dari Humeyra.
"Waalaikumsalam, Kak Agam. Masuk dulu, Bunda ada di dalam."
"Boleh panggilkan saja ke sini? Nggak akan lama hehe,"
Humeyra mengangguk lantas hendak memanggil Bunda, beruntungnya Bunda sudah lebih dulu menghampiri, menyambut Agam dengan senyuman hangat.
"Agam, pulang hari ini nak?" tanya Bunda berbasa-basi.
"Iya, Agam mau pamit pulang." Agam mendekat lantas menyalami tangan Bunda.
"Maaf selama di sini Agam dan teman-teman sudah merepotkan atau merasa terganggu sama ulah teman Agam."
Bunda terkekeh, "Nggak apa-apa nak, yang ada Bunda senang kampung ini nggak sepi-sepi amat. Dijemput sama siapa Gam?"
"Sama kakak ipar Bun."
"Yasudah, hati-hati di jalan. Semoga perjalanannya lancar, berkah ilmu agamanya dunia dan akhirat, banggain Umi sama Abah di rumah. Belajar yang rajin jaga kesehatan ya," tutur Bunda seraya menepuk pundak Agam, ia merasa Agam adalah anaknya hendak berpamitan untuk menimba ilmu.
"Amiin, makasih doanya Bun. Agam mau bicara sebentar dengan Humey boleh? Cuman sebentar pinjam anak gadisnya hehe," tawa renyah muncul dari mulut Agam membuat Bunda pun ikut tertawa. Sedangkan Humeyra hanya mengendikkan bahu berusaha menahan malunya.
"Mangga, Neng Humey dipilarian Akang Agam." celetuk Bunda.
(Translate : Silakan, Neng Humey dicariin Akang Agam)
Humeyra mengibaskan tangannya, "Apaan sih Bunda," gerutu Humeyra.
Setelah kepergian Bunda, tersisa Humeyra dan Agam. Tak ada kata yang mampu Humeyra ucapkan selain diamnya, begitu pun dengan Agam yang senantiasa menatap lekat wanita di hadapannya. Rasanya Humeyra ingin kembali dimana ia bisa dengan puasnya memandang Agam, memperhatikan aktivitas Agam di sekitar kost-an. Namun sekarang, semuanya usai sampai di sini. Kini berdirinya Agam di hadapannya berniat untuk mengucapkan salam perpisahan.
"Humeyra, Agam izin pamit pulang. Jaga diri ya dek, jagain Bunda juga, bantu Bunda di rumah ingat." amanah Agam.