People often write stories about those they love.
Sepanjang sejarah, manusia selalu menulis kisah cinta. Beberapa menulis dengan pena, yang lain menulis dengan musik, dengan kata-kata, dengan sikap dan tindakan yang mereka tunjukkan sehari-hari. Cinta tidak selalu berhubungan dengan romansa sepasang manusia. Banyak pujangga yang menulis tentang cinta terhadap Tuhan, alam semesta, dan umat manusia. Masih banyak lagi yang tidak pernah menulis dengan pena, tetapi dengan tindakan. Mereka mencurahkan seluruh hidup untuk mengasihi anak, pasangan, para murid, dan negaranya.
Hal paling menyakitkan dari kisah asmara adalah cinta yang tak terbalas. Namun, manusia masih mampu menanggungnya. Banyak orangtua yang anaknya tidak berbakti, tetapi masih terus mencintai anaknya. Banyak orang yang kisah romansanya tidak berjalan mulus, tetapi akhirnya menemukan pasangan lain. Akan selalu ada bahu sahabat yang menopang dengan simpatik dan kelak menjadi akhir manis dari tragedi cinta tak terbalas.
Paling tragis jika cinta tersebut hanyalah kebohongan semata sejak awal mula. Sebuah fiksi yang diajarkan sebagai kenyataan yang tidak pernah ada. Merupakan tragedi jika seseorang telah mencurahkan seluruh energinya untuk cinta palsu dan fiktif tersebut. Kemudian, saat tersadar bahwa cintanya tidak pernah ada, ia harus berhadapan dengan fakta telah mencurahkan seluruh energi dan masa mudanya untuk absurditas fatamorgana tidak bermakna.
Akan tetapi, tidak akan mudah menemukan bahu sahabat yang bersimpati. Kebanyakan orang akan menertawakannya sebagai orang naif yang tolol. Saat dia putus asa, orang hanya akan menyalahkan, menghakimi, dan menuding orangtuanya. Saat itu, ia akan berandai-andai mampu menyelamatkan dirinya dari langgam tragis komedi cinta serampangan. Kebodohannya akan menggema terus tiada henti hanya gara-gara perkara remeh keseharian di sekitarnya.