Keesokan harinya, suasana kembali normal. Semua aktivitaa berjalan seperti biasanya. Mamah yang sibuk dengan dapurnya. Papah yang sudah rapi dan tampan yang akan pergi kekantor. Putra yang sudah wangi dengan pakaian yang baru dari lemari. Sedangkan gue yang memastikan hal seperti kemarin tidak terulang kembali.
" Tumben wangi ? Kan kalo gini enak diciumnya. Hehe." ledek gue pada Putra.
" idih. Aku ma selalu wangi kalo sekolah. Kalaupun aku gak wangi, tapi seluruh cewek disekolahku pada nempel tuh. Emang kakak, udah cantik, wangi, tapi ? Gak ada yang nglirik. Hahahaha. " balasnya dengan puas.
" ih enggak ya. Aku kalo sekolah ya jadi bintang ya. Susah didapetin tapi sekali dapet orang itu bakalan beruntung banget. " kata-kata bijak keluar dari mulut gue.
Memang apa yang dikatakan Putra tentang gue itu semua memang benar. Bukan gue gak laku karena gak ada yang mau. Tapi karena gue itu type pemilih kalo soal urusan percintaan.
" kak. Nanti kakak mau gak nganterin aku ? "
" nganterin kemana ? "
" ke Samuel Book. "
" tumben. Mau beli apa kamu ? " tanya gue terkejut dengan ucapan Putra.
" beli karton, peggaris, sama spidol kak. "
" insyaallah. Gak janji tapi. "
" ok kak. "
Mamah datang dengan masakannya.
" wah mamah masak apa hari ini ? " tanya gue pada mamah yang sedang menata piring.
" seadanya aja. " jawabnya.