Seiring sang waktu berjalan, gue rasa gue sekarang selalu menang jikalau berdebat dengan Putra. Awalnya memang gue seneng. Tapi entah kenapa gegara gue Putra sering kalah sekarang. Dia jadi berlaku aneh banget. Gak sewajarnya manusia melakukan hal bodoh semacam itu.
" kak aku cape. Aku bingung aku mau ngapain. "
" Lah ya terserah kamu. Belajar juga bisa. "
" aku males belajar. Aku ngapain ya. "
" ya terserah. Aku tadi kan udah ngasih saran. "
" Aku mau mati aja apa ya kak. "
" ya situ terserah. " ucap gue menentang. Karena sejatinya gue tau bahwa Putra gak bakalan berani bunuh diri. Itu hanya gertakan semata saja.
" iya lah aku mati aja. "
" orang dibilang terserah. "
Lalu ia mengambil sarung dan melilitkannya di leher dan sisanya di ensel pintu kama gue.
Bentar bentar guys, bukannya kalo bunuh diri itu harus tempat yang mendukung ya ? Emang ada ya bunuh diri di engsel pintu kamar ?
Gue acuh dengan apa yang dilakukan Putra. Tirai pintu ia perlihatkan ke gue agar gue bersimpati kepadanya. Namun gue tidak melakukannya.
" ( putra tersenyum ). "
" ( gue pun balas dengan senyuman ). "
" Kenapa ? Katanya mau mati. Ya gusah ditonton kan ke aku lah. " kata gue.
Ya aneh kan, orang dia yang mau mati tapi gue yang suruh liat.
" Hehe iya. "
Beberapa menit kemudian....
" kok gak bisa - bisa ya ? "
Gue masih acuh dan sedikit ketawa. Siapa si yang gak ketawa melihat orang mau bunuh diri tapi tempat bunuh dirinya di engsel pintu. Hadeh kelihatan sangat bodoh bukan ?
Seteleh itu Putra melepas sarung yang melolit di lehernya.
" Kenapa ? Gak jadi ? " tanya gue.