Malam ini adalah malam yang sangat melelahkan, Melly harus pulang larut malam karena ada tugas kampus yang menumpuk. Melly langsung merebahkan tubuh lunglainya ke tempat tidurnya. Namun, saat kedua matanya mulai terpejam, terdengar suara Rendy memanggil-manggil entah ada perlu apa. Melly sudah terlalu lelah, jadi ia mengabaikan panggilan kakaknya.
"Melly!" teriak Rendy sambil menggedor-gedor pintu.
"Kakak berisik, ih!" gerutu melly sambil meraih sebuah botol mineral di samping tempat tidurnya dan melemparkannya hingga mengenai pintu.
•••••
Sebelum matahari terbit, Melly harus sudah bangun untuk memasak dan melakukan pekerjaan rumah layaknya seorang ibu. Terkadang dirinya merasa sangat geram karena Rendy selalu bangun kesiangan dan tidak mau membantunya mengerjakan pekerjaan rumah, hanya kamar tidurnya saja yang dirapikan, itu pun tidak ada bedanya, ketika Melly mengeceknya masih tetap berantakan.
Pukul enam pagi, Ayah Melly sudah harus berangkat kerja shift pagi sebagai satpam Mall di kota. Kalau sedang lembur, Ayah selalu pulang larut malam. Sedangkan Rendy, kehidupannya masih torombang-ambing tidak karuan, di mana ada lowongan kerja atau ada yang membutuhkan jasanya, maka dia akan bekerja serabutan dengan bayaran yang tak seberapa, padahal usianya sudah mendekati kepala tiga.
Di Jogja, Melly hanya tinggal bersama Rendy dan Ayahnya di sebuah rumah sewaan yang sederhana dan cukup nyaman. Ibunya sendiri bekerja di Taiwan, menjadi TKW entah apa yang dikerjakannya di sana sampai tidak ada waktu untuk sekedar menanyakan kabar keluarganya di rumah. Sering, Melly melamun sendiri memikirkan ibunya. Dia mulai lelah mengurus rumah sendirian, apalagi dengan kondisi Jantungnya yang lemah, seharusnya ia tidak boleh kelelahan, tapi Melly selalu menyembunyikan hal itu dari keluarga dan sahabatnya karena Melly tidak mau merepotkan mereka.
"Melly! Melly! ayo kita berangkat, udah siang nih!" teriak Sinta membuyarkan lamunan Melly.
"Eh—ya, sebentar Sin! Tunggu—Astaghfirullah aku jadi gugup nih," balas Melly terburu-buru keluar rumah menemui Sinta yang sudah siap berangkat ke kampus menggunakan Civic hitam kesayangannya.
"Ya ampun, Sinta , ya, udah bikin kamu nunggu."
"Santai aja ,sih, Mel, ayo masuk. Aku bisa maklum, kok, lagian aku malah salut loh sama kamu," ucap Sinta sambil mengemudikan mobilnya, tetapi tidak ada respon dari Melly.
Siapa sangka sesampainya di kampus, sudah ada yang stand by di depan gerbang. Jadi, Sinta menurunkan Melly di sana.
"Melly, baik-baik ,ya, di jalan, pulang dari kampus nanti jangan lupa cerita sama aku," pesan Shinta tersenyum menggoda.
"Ih, apaan, sih, emangnya aku kenapa?"
"Udah sana, keburu gosong tuh si Al kalau kelamaan nunggu." Shinta senang sekali meledek Melly. Daripada omongan Shinta semakin melantur, Melly bergegas turun menghampiri Nial yang jika dilihat dari raut wajahnya sudah mulai gelisah.
"Al," panggil Melly memamerkan senyum tipis.
"Eh, Melly, udah datang."
"Iya, kamu ngapain di sini?"
"Em, lagi nunggu seseorang."