“Melly? Melly pingsan,” pekik Nial membuat semua orang panik.
“Hah? gimana dong?” Luna panik melihat kondisi Melly yang tiba-tiba drop.
Nial segera menggendong Melly ke kamar diikuti dokter Riana yang kemudian memeriksa ke. Tante Nita semakin merasa bersalah atas keadaan Melly yang memburuk.
“Lun, gara-gara Mama, Melly jadi pingsan, dia pasti syok banget, gimana dong? Mama salah ngelakuin ini?” ratap tante Nita di sudut ruangan. Luna memeluk mamanya.
Melihat sepasang ibu dan anak tengah larut dalam perasaan bersalah, Sinta pun menghampiri mereka. “Tante, tante gak salah, kok. Tante udah bener karena kasih tau kebenarannya. Lagi pula kalau tante gak bilanmg sekarang, suatu saat nanti Melly juga pasti akan tahu. Jadi, gak ada bedanya sekarang atau nanti, justru lebih cepat Melly tahu, rasa sakitnya cuma sebatas ini aja, kalau semakin lama terpendam, pasti efeknya semakin menyakitkan buat Melly,” tutur Sinta menenangkan tante Nita.
Selesai mengecek keadaan Melly, dokter Riana meminta Nial untuk membawanya ke Rumah Sakit karena syok yang dialami Melly kali ini lebih serius. Suasana semakin panik. Nial menggendong Melly ke mobil, membawanya ke Rumah Sakit ditemani dokter Riana dan Sinta, sedangkan Luna dan Mamanya menyusul dari belakang menggunakan sepeda motor.
***
Melly dirawat intensif. Dibiarkan seorang diri di dalam ruangan yang tenang. Keadaannya semakin memburuk, sehingga perlu memanggil keluarganya. Sinta menelpon Rendy, memintanya datang ke Rumah Sakit bersama Ayahnya. Meski sempat saling membentak, akhirnya Rendy bersedia datang.
“Dok, apa perlu, Melly dipertemukan dengan ibunya?” tanya tante Nita saat melihat dokter Riana keluar dari ruangan Melly.
“Untuk saat ini jangan dulu, nanti kalau keadaannya sudah membaik, biar Melly sendiri yang memutuskan apakah mau bertemu dengan ibunya atau tidak.” saran dokter Riana. “oh, iya, nanti kalau keluarganya sudah datang, tolong arahkan untuk ke ruangan saya.”
“Baik, Dok,” jawab mereka hampir bersamaan.
Di rumah, Rendy sedang berganti pakaian. Dalam hati seorang kakak, ia merasa ada yang aneh dengan adiknya karena sering masuk Rumah Sakit. Ia tidak ingin menambah beban pikiran sang Ayah. Alhasil Rendy datang seorang diri ke Rumah Sakit untuk memastikan keadaan adiknya. Ketika Rendy datang, Nial berpura-pura tidak melihat Rendy, begitu pun sebaliknya. Sinta menyuruh Rendy untuk segera ke ruangan Dokter. Tanpa membalas ucapan Sinta, seorang kakak yang tengah siaga itu pun pergi memasuki ruang dokter Riana.
“Permisi, Dok, saya kakaknya Melly.”
“Ya, duduk dulu, Mas … Jadi, sebenarnya Melly minta saya untuk merahasiakan tentang penyakitnya, tapi saya rasa keluarganya perlu tahu supaya bisa bekerjasama dalam proses penyembuhannya.”
“Adik saya sakit apa, Dok?”
“Satu tahun ini, Melly rutin check up, dia mengalami lemah jantung, jadi nggak bisa kecapekkan atau menerima kabar buruk secara spontan.”
“Berarti … sekarang apa yang buat dia drop?” Ada rasa bersalah dalam diri Rendy karena sering membiarkan adiknya bekerja keras sendirian di rumah.
“Untuk penyebabnya kali ini, mungkin kamu juga akan syok mendengarnya.”
Rendy terdiam sejenak, “Apa itu, Dok?”
Dokter Riana tidak segera mengatakannya, membuat Rendy semakin penasaran. “Kamu harus rileks dulu, baru saya beri tahu.”
“Ya, Dok, saya sudah rileks.” Isi kepala Rendy dipenuhi dengan pertanyaan.