Sesampainya di apartemen, Lana langsung melemparkan tasnya ke sofa dan berjalan cepat ke meja kerjanya. Hujan gerimis di luar jendela apartemen tidak mengganggu fokusnya. Tangannya sigap membuka laptop yang sudah lama menunggunya, dan tanpa menunda lagi, dia membuka draft novel yang selama ini hanya disimpannya untuk dirinya sendiri.
Layar laptop menyala, dan Lana menatap dokumen yang berisi cerita "Love Death." Detak jantungnya semakin cepat saat dia menelusuri paragraf demi paragraf yang sudah ia tulis selama berminggu-minggu. Konflik, romansa, dan perjuangan para karakternya mulai terasa hidup di benaknya.
"Sudah waktunya," gumamnya pelan.
Dengan hati-hati, Lana mulai mengedit beberapa bagian. Dia menambahkan nuansa lebih dalam pada karakter-karakter yang terinspirasi oleh teman-temannya. Cerita tentang cinta, kematian, masa lalu yang kelam, dan bagaimana setiap karakter menghadapi proses hidup mereka kini terjalin dengan rapi.
Setelah merasa puas dengan draftnya, Lana menarik napas panjang dan membuka Wattp*d. Jarinya bergerak lincah di atas keyboard, mengetik judul novelnya: Love Death. Dia mempersiapkan bab pertama untuk diposting, memastikan semuanya sudah sempurna.
Sebelum menekan tombol Publish, dia tersenyum pada dirinya sendiri. "Semoga mereka suka," pikirnya.
Lalu, dengan satu klik, Lana memulai perjalanan barunya sebagai penulis, berbagi kisah-kisah yang selama ini hanya ada dalam pikirannya.
Di bab pertama novel Lana, kisah Cho Hae Lee, karakter utamanya, dimulai dengan kejutan yang mengguncang dunianya. Di tengah pesta pertunangan sahabatnya, Go Hera, Hae Lee merasakan dunianya runtuh saat mengetahui bahwa tunangan Hera adalah Rocky. Pria dari masa lalunya, pria yang diam-diam masih memenuhi pikirannya.
Hae Lee menatap ke arah Rocky dan Hera yang tersenyum bahagia, tanpa bisa menghentikan perasaan sesak di dadanya. Dia tidak pernah membayangkan bahwa pria yang dulu begitu dekat dengannya, kini berdiri di sana bersama sahabatnya, memamerkan cincin pertunangan.
Dengan perasaan campur aduk, Hae Lee berusaha menenangkan diri. Dia mengulurkan tangan dan mengambil gelas sampanye milik temannya, meneguknya tanpa berpikir panjang. Rasanya pahit dan panas, tapi entah kenapa, itu memberinya keberanian sejenak. Ketika gelas pertama tidak cukup, dia meraih gelas kedua milik teman lainnya dan meneguknya habis. Sesuatu yang sebelumnya tak pernah berani ia lakukan 'minum alkohol' kini menjadi pelariannya.
Tanpa berpamitan pada siapa pun, Hae Lee mengambil tasnya dan meninggalkan pesta. Langkahnya gontai saat dia berjalan keluar, tak peduli dengan suara tawa dan musik yang masih mengalun di belakangnya. Hae Lee hanya ingin melarikan diri dari semua itu. Udara malam yang dingin menyambutnya saat dia berjalan tanpa arah, membiarkan perasaannya menguasai pikirannya yang mulai kacau karena minuman.