Yoga baru saja siuman dari pingsannya. Ia terkejut saat menemukan dirinya sudah berada di kamar rumah sakit. Tidak ada seorang pun kecuali Myria yang duduk sambil menahan kantuk di sebelah tempat tidurnya. Yoga berusaha menarik kakinya yang masih terasa sakit. Ia merasakan perban yang dipasang di pahanya. Myria terkejut saat melihat Yoga sudah bangun dan berusaha untuk duduk.
“Syukurlah kamu sudah sadar.” Myria merasa lega. Ia berusaha menahan tubuh Yoga yang berusaha untuk duduk. “Mendingan kamu baringan aja dulu, Yo.” Myria menekan bel untuk memanggil perawat.
Yoga menarik nafas. Ia kembali berbaring.
Mira bersama beberapa perawat dan dokter masuk ke dalam ruangan. Mereka kemudian memeriksa kondisi Yoga. Myria melihat ke arah Mira. Matanya bengkak. Pasti ada sesuatu, pikirnya. Ia mendekati Mira. “Kondisi Yoga bagaimana, tante?” Ia ikut rusuh melihat Mira yang terlihat sangat khawatir. Mira berusaha tersenyum kemudian menggeleng pelan.
----------------------------------------------------
Mira berdiri di koridor rumah sakit. Ia sedang menghubungi Jonan, ayah Yoga. Wajah Mira terlihat sedih. Airmatanya terus jatuh.
“kenapa harus diundur lagi, Mas?” suara Mira mulai terdengar serak. “Yoga pasti mengharapkan kehadiran mas Jonan.”
Jonan duduk bersandar di kursi kerjanya. Tubuhnya terasa lemas. Ia menatap air mancur Geneva Jet D’eau yang tampak mewah dari tempatnya duduk. Ia terdiam. Ia mendengar dengan seksama Mira yang berbicara di ujung telpon.
“Kemungkinan terburuk, Yoga harus di amputasi lagi.” Mira mulai menangis. “Aku sanggup merawat Yoga. Tapi bukan itu yang diharapkannya. Please, Mas. Pulanglah.” Mira menutup telponnya. Ia menghapus airmatanya dan kembali ke kamar Yoga.
Jonan termenung. Ia kemudian berjalan ke arah jendela besar di hadapannya. Kota Swiss terlihat indah dari tempatnya berdiri. Ia kembali teringat saat Dewi memberi semangat kepadanya pada saat Yoga harus diamputasi setelah mengalami infeksi yang cukup parah.
Dewi lebih kuat dari dirinya pada saat itu. Ia berteriak dengan kuat melepaskan kesedihan dalam dirinya. Dewi menepuk-nepuk punggungnya berusaha menenangkannya. Airmata Jonan terus jatuh. “Lebih baik kehilangan satu kaki dari pada kita harus kehilangan seluruh hidupnya, Mas.” ujar Dewi bijaksana. “Walau kecewa, Yoga bisa menerima keadaannya.” Dewi tersenyum ke arah Jonan. “Yoga anak yang kuat, Mas. Kita juga harus begitu.” Dewi menatap lurus ke depan. Suaranya terdengar bergetar. “Kita harus kuat, walau berat.” Jonan tetap terisak. Ia memeluk Dewi dengan erat.
Tak berapa lama Jonan tersentak dari lamunannya karena kunjungan seorang tamu.
----------------------------------------------------
Mira merasa senang melihat kondisi Yoga yang semakin membaik. Ia tersenyum melihat Yoga sudah duduk di tempat tidur sambil menatap handphonenya. Mira meletakkan buah dan makanan yang dibawanya di meja. Ia meraih pisau kecil dan mengupas sebuah apel.
“Loh… bukannya sekarang jam kerja, tante? Yoga menyapa Mira sambil meletakkan handphone di dekat bantalnya.
Mira hanya tersenyum. “Tante dapat izin dari kantor.” Ia memberikan sepiring apel yang baru saja dikupasnya kepada Yoga. “Hari ini tante bisa full jagain kamu.”
Yoga tersenyum senang sambil mengangguk-angguk. Ia kemudian menatap ke arah pintu kamar mandi sambil memonyongkan bibirnya. Mira melihat ke arah yang sama. Ia terkejut melihat Myria keluar dari kamar mandi sambil membawa vas berisi bunga segar. Myria juga terkejut meihat kehadiran Mira. Ia salah tingkah kemudian menaruh vasnya di meja kecil di dekat tempat tidur Yoga.
Mira menggoda mereka. “Wah… sepertinya tante nggak sendiri nih…”
Myria tersenyum malu.
“Kamu nggak sekolah, Myri?”
Myria duduk di sofa sambil pura-pura menata bunga. “Ada persiapan festival untuk lusa, Tan. Semua siswa dipulangkan untuk persiapannya. Besok baru goro untuk kegiatannya.”
Mira terlihat mengangguk-angguk. Ia kemudian menatap Myria dan Yoga. “Sayang Yoga nggak bisa ikut. Trus… sekolah sudah dapat pengganti Yoga?”
Myria menggeleng perlahan.
Mira menarik nafas kemudian menyandarkan kepalanya. “Sayang sekali ya?”
Senyum Myria hilang dari wajahnya. Ia menatap Yoga yang sedang pura-pura tertidur. Myria kemudian tertunduk sedih.
----------------------------------------------------
Mira sampai di rumah sakit dan terkejut saat mendapati kamar Yoga kosong. Ia meletakkan makanan yang dibawanya di atas meja kemudian mencari Yoga. Ia menanyakannya kepada perawat-perawat yang bertugas jaga di tempat itu. Semua menggeleng tidak mengetahui keberadaan Yoga. Mira berlari keluar ruangan. Ia mengelilingi rumah sakit mencari Yoga. Mira merasa cemas karena tidak bisa menemukan Yoga. Kecemasannya bertambah setelah menemukan handphone Yoga yang tertinggal di bawah bantalnya.
---------------------------------------------------