MELODI UNTUKMU

Diana Fitria
Chapter #8

Chapter #8 Keikhlasan

Yoga merasa segar sekali pagi ini. Ia begitu senang bisa kembali ke rumah. Ia memutar kursi rodanya dan duduk di tepi jendela. Pemandangan pebukitan membuatnya kembali bersemangat. Ia menarik nafas dalam sambil menutup mata perlahan.

Mira masuk ke kamar sambil membawa semangkuk sup panas. Ia meletakkannya di atas meja. Kemudian Mira menghampiri Yoga dan berdiri di sampingnya, menatap perbukitan yang sama. Ia memperhatikan Yoga yang masih menutup mata sambil tersenyum tipis. “Segar sekali pagi ini, Yo…”

Yoga mengangguk.

Mira menatap selimut yang menutupi kaki Yoga. Perasaannya kembali gundah gulana. Tapi ia tidak mau merusak suasana damai pagi ini. “Pagi ini tante membuat sup daging kesukaan kamu.” Mira mendorong kursi roda Yoga ke dekat meja.

Yoga merasa senang melihat sup kesukaannya sudah terhidang di atas meja. “Tante sudah makan? Supnya kelihatan enak sekali.”

Mira mengangguk senang. “Sebentar tante ambil mangkok dulu ya…” Mira segera keluar dari kamar dan bergegas ke dapur.

Tiba-tiba Mira terkejut. Langkahnya terhenti karena Bundo sudah berdiri di hadapannya, memandangnya tak berkedip. Tanpa senyum, wanita tua itu mendekatinya. Mira tersenyum, merasa terharu dengan kedatangan Bundo. Ia tidak dapat menahan airmatanya. Mira segera menghambur ke pelukan Bundo. “Terima kasih, Bundo” ujarnya terbata-bata.

Bundo mempererat pelukannya. Mira menangis dalam pelukan Bundo. Bundo menepuk-nepuk punggung Mira pelan sambil menyembunyikan senyumannya, hingga Mira melepaskan pelukannya. Bundo kemudian menatap ke sekeliling rumah seolah mencari sesuatu. Mira menghapus airmatanya sambil menarik tangan Bundo lembut dan membawanya ke kamar Yoga.

Yoga terlihat bingung saat melihat Mira bersama seorang wanita tua berdiri di depan pintu. Ia diam di tempatnya, menatap mereka. Mira mendekati Yoga dan membisikkan sesuatu. Yoga duduk terpaku menatap Bundo tak berkedip. Ia kemudian tersenyum dan memutar roda kursi rodanya mendekati Bundo. Dengan mata basah, Bundo memegang kedua pipi Yoga kemudian memeluknya.

“Maafkan nenek nak…” ucap Bundo sambil terus memeluknya.

“Terima kasih sudah datang lebih awal, Nek. Padahal kita besok rencananya ke tempat nenek.” Yoga melirik ke arah Mira.

Bundo tidak dapat berkata-kata.

----------------------------------------------------

 

Yoga sedang duduk sendirian di teras belakang rumah. Di tangannya terbentang buku catatan yang diberikan Myria waktu itu. Besok ujian nasional akan dimulai. Yoga harus mempersiapkan diri untuk menempuh ujian. Ia diberi kelonggaran untuk mengikuti ujian di rumah saja dengan ditemani satu orang guru pengawas. Ia juga merasa lega karena tidak harus bertemu dengan teman-teman sekolahnya. Yoga membuka lembar demi lembar catatan itu. Ia merasa kagum dengan catatan Myria yang begitu lengkap dan rapi. Tiba-tiba Yoga teringat Myria dan merasa menyesal sudah mengirim catatan yang pasti membuatnya terluka. Yoga tidak ingin memberikan harapan yang tidak mungkin ia wujudkan dan membuat Myria terluka lebih dalam. Ia menarik nafas dalam, kemudian menutup bukunya.

Tiba-tiba Bundo datang dengan membawa sepiring bubur jagung dan segelas susu hangat. Ia meletakkannya di meja di dekat Yoga.

Yoga menutup matanya. Ia mencium bau yang enak. Makanan kesukaannya.

“Pasti sup jagung.” Ia tersenyum ke arah Bundo.

Bundo mengangguk senang. Ia memberikan mangkuk sup ke tangan Yoga. “Hati-hati panas.”

“Mama bilang sup jagung buatan nenek paling enak sedunia.” Yoga menatap buburnya kemudian beralih menatap Bundo. Ia mengaduk supnya dan mulai menikmatinya.

Mata Bundo berkaca-kaca. Cara makan Yoga mengingatkannya kepada Dewi, anak sulungnya, mama Yoga. Airmatanya jatuh.

“Kata mama, dengan mengaduk seperti ini, rasa jagungnya keluar dan jadi lebih enak.” Yoga menatap Bundo sambil tersenyum. Ia termenung saat melihat Bundo menangis.

“Kamu mirip sekali dengan ibumu.” Bundo menatap gelang ditangan Yoga. Ia sangat mengenal gelang itu.

Yoga menunduk sedih sambil terus mengaduk buburnya. “Mama pasti senang sekali… aku bisa bertemu nenek.” Ia menatap Bundo yang termenung disampingnya. “Beberapa hari sebelum mama pergi, mama selalu cerita soal nenek… dan penyesalan mama.” Yoga berhenti sebentar sambil mengaduk sup jagungnya yang tinggal separuh.

“Sebenarnya, berulang kali mama ingin pulang, tapi selalu gagal karena proses pengobatan aku. Papa tahu mama rindu pulang dan belikan tiket untuk kami berdua.” Yoga berhenti sebentar. “Mama meninggal tepat seminggu sebelum tanggal berangkat.”

Bundo menghapus airmatanya yang terus mengalir. “Makanlah, nak... Nanti buburnya dingin.” Ujar Bundo dengan nada bergetar.

Lihat selengkapnya