Pukul satu siang waktu Korea Selatan aku tiba di Bandara Incheon bersama ketiga kakak perempuanku. Saat musim semi, udara tak terlalu dingin, jadi aku tak perlu memakai baju berlapis-lapis untuk menghangatkan diri.
Setelah keluar dari bandara, aku segera meluncur ke penginapan di daerah Myeongdong. Kami sengaja memesan penginapan di daerah Myeongdong karena tujuan pertama kami ke Myeongdong Street. Di sana banyak sekali yang menjajakan jajanan Korea. Malam waktu yang tepat untuk ke sana, pasti sangat indah. Sekarang, aku dan para kakakku akan beristirahat sampai sore karena terlalu lelah. Bayangkan saja, jarak yang kutempuh dari Indonesia ke Korea Selatan memakan waktu enam jam!
Sesampainya kami dipenginapan, kami langsung berhamburan ke kamar. Kami memilih Airbnb untuk penginapan kami. Karena Airbnb mengusung tema penginapan di rumah, jadi kami tak perlu terpisah antar kamar seperti di hotel. Kami juga bisa memasak sendiri layaknya pemilik rumah, karena disetiap Airbnb pasti menyajikan dapur yang dapat digunakan oleh penyewa. Walaupun lebih mahal dibanding hotel, tapi kami sangat nyaman menginap di sini.
Hari sudah petang, aku dan para kakakku sedang bersiap untuk pergi ke Myeongdong Street. Di sana, aku akan mencoba banyak jajanan dan berbelanja. Seperti biasa, aku dan kakak-kakakku tidak membawa barang banyak dari indonesia karena berniat membeli di sini. Oleh-oleh yang kami beli akan kami pakai juga selama di sini. Agar ketika pulang ke Indonesia, kami tidak terlalu banyak membawa barang. Lagipula, siapa yang mau kami berikan oleh-oleh? Mungkin hanya Mbak Asih, ART kami. Papa dan para kakak laki-laki tak butuh oleh-oleh, mereka bisa membelinya sendiri.
Aku dan ketiga kakakku suka sekali belajar bahasa asing karena kami suka travelling. Tidak semua negara mahir berbahasa inggris. Seperti Korea Selatan contohnya, kami akan kesulitan berkomunikasi jika tidak mempelajari bahasanya. Butuh waktu 3 bulan bagi kami untuk mempelajarinya sampai mahir berkomunikasi.
Jarak anatara penginapan kami dan Myeongdong Street hanya 15 menit berjalan kaki. Jika sedang di luar negeri, kami lebih suka jalan kaki daripada naik taksi jika jarak yang ditempuh tidak lebih dari 1 jam. Entah kenapa udara di luar negeri jauh lebih sejuk daripada di negara sendiri. Entahlah, mungkin karena kami selalu berlibur saat suhu di negara tersebut dingin. Aku lebih suka dingin dibanding panas.
Setelah sampai di tempat, aku dan ketiga kakakku berdecak kagum dengan indahnya malam di Myeongdong. Toko-toko saling berhimpitan, memancarkan cahaya dengan cat yang berwarna-warni. Jajanan-jajanan berjejeran sepanjang jalan. Tak ada satu jajanan pun yang sepi pengunjung. Hampir semua tempat terisi dan penuh! Kami bingung harus memulai dari mana. Orang-orang nampak memadati jalan yang tak begitu besar. Tak hanya turis, ada orang lokal yang juga ikut berjalan-jalan di Myeongdong.
“Kak, aku mau odeng!” seruku pada ketiga kakakku.
Kak Aleah memutar bola matanya, “Dek, plis deh, odeng tuh di Jakarta banyak! Di seluruh outlet Lawson tuh jual, Dek!”
“Yaudah kalau gitu, lo juga jangan beli tteokbokki! Restoran korea di Jakarta banyak yang jual!” jawabku tak mau kalah.
Kak Aleah menarik napas, “Dek, lo nggak ada pilihan lain lagi? Odeng paling ramai.” Kak Aleah memang yang paling manja di antara semua kakak perempuanku. Tak suka panas, tak suka jalan kaki terlalu jauh, tak suka menunggu dalam antrian panjang, tak suka kecapekan akibat padatnya kegiatan. Banyak tak sukanya! Makanya, tak heran jika keesokan harinya Kak Aleah memilih menghabiskan waktu di penginapan seharian akibat terlalu lelah.
“Gimana kalau kita shopping dulu?” tawar Kak Aleah.
“Masa shopping dulu sih? Nggak enak dong beli jajanan bawa-bawa belanjaan.”
“Tau lo, Le! Lagian ya, semua tempat jajan itu penuh. Tteokbokki yang lo pengen juga penuh walaupun nggak sepenuh odeng!” Omel Kak Ratna. Jika Kak Ratna sudah bersuara, Kak Aleah tak berani menjawab. Kak Ratna memang sosok yang tegas sebagai kakak perempuan tertua.
“Yaudah, gimana kalau kalian ikut gue beli tteokbokki? Kalian juga pengen kan?” Kak Aleah merangkul bahu Kak Ratna dan Kak Olivia. Seakan-akan ingin mengecualikan diriku.
“Terus, gue gimana?”
“Ya, lo di sini aja! Noh, antrian lo masih panjang! Nanti kita ketemuan di ujung jalan sana.” Kak Aleah menunjuk tempat yang diterangi oleh lampu jalan besar, di sampingnya ada tempat duduk dan ada satu toko di seberang. Jalanan tersebut tak terlalu ramai.
“Kenapa harus nunggu di ujung jalan sana? Kenapa nggak lo aja samper ke sini lagi?”
“Penuh, Dek!” Kak Aleah tersenyum jail. “Kita sekalian mau cari es krim yang Oliv pengenin.” Ujar Kak Aleah sambil menepuk kecil dagu Kak Olivia.
“Ih, kan gue juga mau!”
“Yaudah nanti sekalian nitip. Lo mau rasa apa? Cokelat, kan? Gampang itu mah!”
“Nanti kalau gue nyasar gimana? Lo kan tau gue ngga bisa baca maps.”
“Lo nggak usah nyamperin kita! Biar kita aja yang samperin elo. Makanya lo tunggu di sana kalau kita belum dateng. Lo kan ada hp nih, di jaga baik-baik biar komunikasi gampang.” Kak Aleah menunjuk sling bag-ku yang di dalamnya terdapat hp. Aku langsung memeluk erat sling bag-ku karena tiba-tiba khawatir ada pencuri di sekitarku.
“Tapi lebih baik kalau gue udah di sana, kalian juga ada di sana.” Aku mengerutkan dagu, memelankan suara ku.
“Atau gini deh, Kak Ratna nemenin lo, biar tteokbokinya gue sama Oliv yang beli.” Mata Kak Aleah menatap Kak Ratna, meminta persetujuan.