Cherry bersama dengan anggota kelompok MOS-nya yang berjumlah lima orang, kini sedang mengerubungi seorang senior cewek yang juga pengurus OSIS.
Saat ini para peserta MOS diminta untuk mengumpulkan tanda tangan para pengurus OSIS sebanyak-banyaknya. Tetapi, seperti tidak puas membuat para peserta MOS kerepotan, para pengurus OSIS memberikan bermacam-macam syarat bagi peserta yang meminta tanda tangan.
Yah, walaupun tidak semua pengurus OSIS melakukan hal tersebut, karena ada beberapa di antara mereka memberikan tanda tangan secara cuma-cuma.
“Kak, ayo dong, Kak, waktunya tinggal bentar lagi, nih, tanda tangannya masih kurang dua lagi,” ucap seorang cowok tinggi yang menjadi ketua kelompok Cherry.
Cewek senior itu cantik, di lehernya tergantung name tag panitia bernama Ardina Pasha. Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan tampang senior galak, tetapi ekspresi jail memenuhi wajah cewek itu.
“Eumm.” Ardina memasang wajah pura-pura berpikir. Sengaja untuk membuat para juniornya panik. “Aduh, gimana ya, mau sih, gue ngasih tanda tangan ke kalian. Tapi, nggak asyik deh kayaknya kalo gue kasih gitu aja tanpa usaha dulu,” ucapnya dengan senyuman jail.
Cherry mencibir pelan, “Lha, lo kira kita ngemis-ngemis gini bukan lagi usaha?” Cherry lalu mendongakkan wajahnya untuk menatap Ardina. “Please dong, Kak. Ya udah, nggak apa-apa deh, dikasih misi, tapi tanda tanganin dulu ya, Kak, keburu abis waktunya, nih!” ujar Cherry tanpa merasa takut sama sekali.
Keberaniannya untuk bicara membuat Ardina salut. “Wah, bener ya? Ya udah, sini gue tanda tanganin!” ucapan Ardina langsung direspons oleh Manaf, si ketua kelompok. Manaf maju mendekati Ardina dan mengangsurkan kertas milik kelompoknya dan Ardina menandatangani kertas tersebut.
Kelompok yang berisi dua laki-laki dan tiga perempuan itu kini siap menerima misi dari Ardina. Sejauh ini kelompok mereka sudah melakukan empat misi yang membuat urat malu mereka putus. Yah, setidaknya mereka malu bareng-bareng, nggak sendirian.
“Gue mau lo. Iya, lo yang tadi!” ucap Ardina sambil menunjuk Cherry yang seketika menegang karena dirinya ditunjuk.
“Sa-saya sendiri, Kak?” tanya Cherry gugup. Diliriknya wajah teman-temannya yang menatap prihatin ke arahnya. Hal inilah yang dikhawatirkan teman-temannya.
“Iya, sini, nggak usah takut, tenang aja, gue nggak gigit!” ucap Ardina sambil tersenyum manis. Tentu saja meskipun senyumannya manis, mata Ardina berkilat jail. Dan, hal itu langsung membuat jantung Cherry berdebar cepat.
Cherry menghampiri Ardina dengan wajah pucat. Dia benar-benar takut seniornya itu mengerjainya dengan hal yang bisa mencoreng namanya. Well, meskipun Cherry orangnya agak tebal muka, tapi dia tidak siap jika harus melakukan hal memalukan sendirian saat ini. Pasti nanti namanya akan dikenang satu angkatan.
“Tuh, lo lihat cowok yang lagi duduk di bawah ring basket?” Tunjuk Ardina kepada seorang senior cowok bertubuh tinggi yang sedang duduk di bawah ring basket bersama beberapa anak cowok lain.
Cherry lalu menatap Ardina dan cowok itu bergantian. Otaknya langsung berpikir yang macam-macam. Jangan bilang suruh nembak, please jangan—
“Lo ke sana, minta minumannya, dan lo harus minum di depan dia.”
GILA! INI SIH, LEBIH GILA DARIPADA NEMBAK.
“Hah?” Bukan hanya Cherry, melainkan anggota kelompok lainnya juga ikut tercengang oleh misi yang diberikan seniornya tersebut.