Melukis Malam

Adira Putri Aliffa
Chapter #1

Berusaha Menerima Keadaan

Kita tak selalu berselimut bahagia, kita juga tak selalu dilanda kecewa. Seperti halnya sebuah siklus, hidup ini adalah pagi dan malam, kadang terang, kadang remang, dan kadang gelap. Berputar terus sesuai kebutuhannya dan juga waktunya. Ingat-ingat saja, ketika gulita menerpa, kita hanya perlu melukisnya dengan cahaya. Buat kegelapan yang menyerang menjadi lebih berkesan dan istimewa. Sampai pagi kembali menyapa dan mentari bersinar seperti sediakala.

---

Terlihat seorang laki-laki yang mengenakan kaos oblong warna hitam berjalan cepat menuju ke meja makan sembari membawa handphone dan maskernya. Saat sampai di dekat meja makan, ia pun membuka tudung saji dan sedihnya ia tak menemui makanan di sana. Lelaki muda itu langsung menuju ke kamar kakaknya dan mengetuk pintu bertubi-tubi. Kesal tak mendapat balasan, ia pun langsung membuka pintu.

 

“Kak?” sapanya pada seorang perempuan yang masih berbaring di tempat tidurnya, “Kak Resya!” ucapnya lagi, “Belum bikin sarapan ya?” tanya seorang remaja dengan nada sedikit tinggi karena kesal daritadi dirinya tak digubris.

 

Seorang perempuan yang masih terbaring itu mencoba membuka matanya. Dirinya masih terlihat setengah sadar, “Hah?”

 

“Belum bikin sarapan?”

 

“Gak punya papan.”

 

“Sarapan,” tegas remaja lelaki itu membenarkan ucapan kakaknya.


“Oh sarapan. Iya belum, Ar. Kamu bikin mie instan dulu aja sana. Aku masih ngantuk, baru tidur shubuh tadi gara-gara tugas,” sambung Resya sekuat tenaga membuka matanya.

 

“Oke,” sahut lelaki remaja yang bernama Arka itu langsung menutup kembali pintu kamar kakaknya itu dan pergi ke dapur.

 

Selang beberapa detik, tiba-tiba terdengar notifikasi dari ponsel Resya. Sontak ia beranjak dari tempat tidur dan bergegas mengeceknya karena khawatir kelas sudah dimulai. Wajar saja Resya panik karena pagi ini ia ada kelas yang ditakuti hampir semua mahasiswa. Sebenarnya bukan karea amta kuliahnya, tetapi karena dosennya. Benar saja, setelah mengecek notifikasi itu Resya seketika ternganga. Dosen menyuruh mahasiswa untuk segera bergabung ke rapat online lewat sebuah aplikasi virtual meeting. Resya langsung menyalakan laptop dan masuk ke dalam rapat tersebut.

Belum selesai sampai disitu, dosen yang dikenal akan kegalakannya itu menyuruh mahasiswanya untuk on camera. Resya sangat tegang karena wajahnya masih terlihat seperti orang yang baru bangun tidur. Tak berpikir lama lagi, ia bergegas ke kran air yang ada di luar sembari membawa sabun wajah yang baru dibelinya kemarin untuk mencuci mukanya sebentar. Laptopnya ia tinggal sebentar, Kamar mandi terlalu jauh untuknya di situasi sekarang, maka dari itu ia langsung ke depan. Saat sedang cuci muka tiba-tiba,

 

“Aresya!” teriak suara yang sangat keras dari laptop Resya. Tak lain lagi itu adalah suara Bu Dosen yang memanggilnya, “Mana muka kamu? Sudah on mic kok gak on cam,” ujar Bu dosen lagi, “Aresya! Ini ditinggal tidur apa gimana?” ketus Dosen yang terus menerus membentak.

 

Jantung Resya terasa seperti tertusuk lalu berdetak begitu kencang. Rasanya ia ingin menghilang dari dunia saat itu juga, menjadi sebuah batu yang tertelan bumi. Sontak Resya langsung berlari menghampiri laptopnya untuk merespon perkataan dosennya. Saat ingin berbicara menanggapi dosennya, tiba-tiba alarm gadis dengan rambut yang masih terurai itu berbunyi.

 

“Ishh!! Alarm bunyi gak tahu situasi,” gumam Resya dengan kesal.

 

“Resya? Wah masih tidur ya ini kamu?”

 

“Tidak bu, saya sudah bangun dari tadi.”

 

Lihat selengkapnya