Melukis Malam

Adira Putri Aliffa
Chapter #6

Pelampiasan Kesedihan

Suasana kamar yang terhias warna merah dan hitam dari setiap sudut ruangan membuat seorang lelaki berambut pendek dengan gaya rambut sedikit ikal dibagian atas itu nyaman berada di sana dengan kegiatan kesukaannya yakni, membaca buku sembari menyantap kentang goreng yang berada di sebelahnya. Setelah membaca buku selama berjam-jam, terbesit pikiran untuk turun ke bawah menghampiri mamanya dan menunggu Arka datang ke rumah untuk mengantarkan pesanannya.

Gatra menuruni anak tangga satu persatu sembari seketika mengecek handphone yang dibawanya ditangan kanan dan membawa sebuah kotak di tangan sebelah kiri. Kini ia sampai di bawah tepat ia sudah duduk di meja makan. Terlihat mamanya sedang duduk di sana sembari membuka laptopnya.

 

“Udah pesen makan, Tra?”

 

“Udah.”

 

“Kok belum dateng lama banget?”

 

“Lagi di jalan.”

 

Saat Gatra sibuk sekali dengan handphone nya, dan terlihat senyum yang tergores di wajahnya. Sesekali ia tertawa terbahak-bahak. Mamanya yang sibuk dengan laptopnya pun sampai terganti fokusnya ke Gatra.

 

“Lagi ngapain?” tanya mamanya ketus.

 

“Mama kayak gak pernah muda aja.” ujar Gatra sembari menyandarkan pundaknya ke meja dan menaikkan kakinya satu.

 

“Pasti Si Pasha Pasha itu kan?”

 

“Resya ma.”

 

“Iya itu,” ucap mamanya sembari membenarkan kacamata nya.

 

Lelaki yang mengenakan baju hitam itu melanjutkan kembali chattingannya dengan Resya. Senyuman dan sedikit tawa pun kembali ia ciptakan. Mamanya lagi dan lagi menatapnya,

 

“Tra, kamu sebaiknya jangan terlalu deket sama Si Resya itu. Mama gak suka.”

 

“Kenapa?”

 

“Keluarganya gak jelas gitu gak usah dideketin.”

 

“Maksudnya? Bukannya keluarga kita gak jelas juga ya?”

 

“Gak jelas gimana maksud kamu? Mama kerja gini lho buat kamu, rumah kita besar kayak gini, kamu punya apapun yang kamu mau,” jawab Mama Gatra menghentikan pekerjaannya dan menatap Gatra.

 

“Ma, meskipun kita punya apapun di sini tapi kalau tanpa papa juga percuma. Gak lengkap, dari dulu pas aku tanya tentang keberadaan papa. Mama gak pernah kasih aku kepastian.”

 

“Tolong jangan bicarain tentang papa kamu bisa?” ketus mama Gatra.

 

“Jawaban yang sama persis seperti dugaanku. Selalu aja mama jawab itu. Aku udah gede ma, aku berhak tahu tentang kenyataan yang mama sembunyiin dari aku,” jawab Gatra dengan tatapan balik ke mamanya.

“Aku sama Resya itu sama ma, lahir dari keluarga broken home. Papa kita sama-sama ninggalin kita. Cuma bedanya, Resya jelas, mama papanya pisah. Sedangkan mama sama papa? Aku aja gak tahu kapan kalian pisah, kenapa kalian pisah, kapan papa pergi, dan kemana papa pergi. Tiba-tiba aku udah tumbuh segede ini dan setiap kali aku tanya papa dimana? Jawaban mama apa? Gak berubah sedikitpun,” ujar Gatra dengan perasaan yang sangat dalam menumpahkan semuanya.

Mendengar perkataan anaknya barusan, mama Gatra mengepalkan tangannya yang berada di atas meja lalu hampir mengangkat tangannya untuk menampar Gatra. Belum sempat mendaratkan tangannya di pipi anaknya, Gatra menyela,

 

“Ma, kalau ada masalah tu cerita. Bukannya diem terus nglampiasin semua ke anaknya,” Gatra menatap mata mamanya sambil memegangi tangan yang hampir menamparnya itu. Tiba-tiba notifikasi telepon di handphone Gatra berbunyi. Tanpa berpikir panjang Gatra langsung mengangkatnya dan mama Gatra mengurungkan niat untuk menampar Gatra.

 

“Oke, aku ke luar,” ucap Gatra sembari melangkahkan kakinya menuju ke luar rumah dan membawa sebuah kotak.

 

Gatra kini sudah berada di luar dan menemui Arka di sana untuk mengambil pesanan makanannya. Belum sampai di pagar, tiba-tiba ia kembali lagi masuk ke dalam rumah untuk mengambil sesuatu.

 

“Loh loh kenapa kak?” teriak Arka dari luar. Beberapa saat kemudian setelah Gatra mengambil disinfektan dan masker yang berada di kotak di ruang tamunya ia langsung ke luar untuk menemui Arka.

 

“Wah wah kelihatannya mantap nih,” ujar Gatra sembari melihat makanan yang ia pesan.

 

Lihat selengkapnya