Membawa Gamalama ke Boston

Muhammad Fitrah Pratama Teng
Chapter #8

Titik Balik Kerinduan yang Panjang di Amerika


Kuliah pertamaku baru akan dimulai pada tanggal 4 September 2019. Jadi, masih banyak waktu luang hingga saat itu tiba. Walaupun demikian, aku dan teman-teman yang lain sudah memiliki beberapa agenda termasuk jalan-jalan dan makan siang dengan Prof. Jeremy.

Hari itu kami semua dijemput dengan mobil Prof. Jeremy yang sudah selesai diperbaiki. Dia mengajak kami berempat untuk menikmati makan siang di salah satu restoran Thailand yang menyediakan menu nasi goreng Indonesia yang terletak depan di kampus barat Boston University.

Restoran kecil yang diapit oleh dua convenient store itu terlihat tidak banyak pengunjung pada hari itu. Kami berempat diajarkan oleh Prof. Jeremy tentang budaya di restoran Amerika dimana pelanggan disarankan untuk membayar tip minimum 15% dari total biaya makan sebagai ucapan terima kasih kepada pelayannya. Ditambah juga kalau di restoran Thailand ini sistemnya adalah self-service. Sistem dimana ketika setelah selesai makan kami harus meletakkan piring dan perkakas makan di tempat yang sudah disediakan.

Masuklah kami ke dalam restoran itu dan mulai melihat menu makanan yang tersedia. “Kalau kalian mau pesan nasi goreng Indonesia silahkan ya, mereka juga menyediakan menu itu karena banyak anak-anak Indonesia yang kuliah dan tinggal di sekitar lokasi ini,” dengan suara pelan Prof. Jeremy menjelaskan kepada kami. Kami berempat kompak memesan menu itu dan juga jus jeruk. Sedangkan Prof. Jeremy hanya memesan mi goreng yang merupakan menu favoritnya di restoran ini dan sekaleng soda.

Elizabeth bergegas untuk memilih meja yang terletak dekat dengan jendela karena pemandangannya yang langsung ke kampus Boston University dan jalur trem green line. Sambil menunggu makanan dan minuman kami datang, Prof. Jeremy mencoba membuka obrolan dengan pertanyaan “Gimana, setelah seminggu disini, kalian masih merasa jetlag, gak? Sudah mulai rindu dengan keluarga kalian juga?”. “Saya tidak merasa jetlag sampai sekarang, Prof. Kalau rindu ke keluarga juga tidak terlalu, Prof. Mungkin karena rasa excited yang besar dengan negara Amerika jadi rasa yang lain tertutupi.” jawabku tegas. “Kalau saya mulai rindu dengan keluarga, Prof. Tadi malam teleponan sama Ibu suaranya lagi serak-serak dan katanya lagi demam. Jadi sebagai anak tertua saya mulai rindu dan khawatir juga.” Kak Rahmi menyela.

“Kalau kalian gimana, Eliz dan Diana?” lanjut Prof. Jeremy. “Saya sama seperti Kak Fitrah, Prof, mungkin masih excited dengan negara ini jadi masih santai aja sampai saat ini.” tutur Elizabeth. “Saya sejujurnya sama seperti Kak Rahmi, tapi saya merasa ini bagian dari konsekuensi untuk merantau di luar negeri. Hanya masalah waktu saja hingga akhirnya akan terbiasa dengan kondisi ini, Prof.” Diana bijak.

 “Saya dulu sama seperti kalian. Saya bahkan hidup sendiri di Oklahoma sebelum bertemu dengan anak-anak Indonesia beberapa bulan kemudian. Benar kata Diana, hanya masalah waktu saja hingga akhirnya kalian akan terbiasa. Harus tetap semangat ya kuliah di Amerika.” Prof. Jeremy mencoba memotivasi kami.

Beberapa saat kemudian terdengar sebuah lagu…

Pagi telah pergi

Mentari tak bersinar lagi

Entah sampai kapan kumengingat

Tentang dirimu

Lihat selengkapnya