Waktu berlalu begitu cepat di saat pandemi. Begitu pun musim semi yang tak terlalu bisa aku nikmati kini segera berakhir. Pohon dan tanaman mulai keluar bermunculan sepenuhnya. Sementara itu, aku masih terjebak tak bisa pulang ke Indonesia setelah semua penerbangan di Amerika ditutup karena kasus COVID-19 yang semakin meningkat. Semua penerbangan internasional pun menutup penerbangan yang berasal dari negara ini.
Pemerintah di negara bagian Massachussetts mulai mengeluarkan himbauan kepada orang-orang yang tinggal di wilayahnya untuk melakukan vaksin. Walaupun ada yang tidak melakukannya, sebagian besar masyarakat di negara bagian ini patuh dan mulai mendaftar untuk mendapatkan vaksin secara gratis.
Lokasi salah satu penyedia vaksin COVID-19, Modena, yang kantor pusatnya terletak di Boston memberi keuntungan tersendiri bagi masyarakat di Kota Boston. Lokasinya dapat ditempuh dengan berjalan 10 menit dari kampusku. Walaupun banyak simpang siur yang beredar, aku memilih untuk mengambil vaksin ini untuk mencari aman. John, Robel, Diana, dan Salsa yang masih di kota ini juga memilih untuk mengambil vaksin gratis ini.
Ini bukan pertama kalinya aku mendapatkan vaksin. Terhitung sebelum berangkat ke Amerika aku sudah mendapatkan 6 suntikan vaksin. Hal ini karena kampus mensyaratkan beberapa vaksin yang sudah harus diambil bagi mahasiswa internasional yang berasal dari Asia. Vaksin tersebut adalah vaksin penyakit hepatitis B yang harus diambil 2 kali, MMR atau penyakit campak-gondong-rubella yang harus diambil 2 kali, serta 1 kali vaksin meningitis. Ketika sampai di Amerika, aku sudah mendapatan vaksin untuk penyakit hepatitis B yang ketiga kali dan juga vaksin untuk penyakit flu sewaktu memasuki musim dingin tahun lalu.
Gejala yang aku alami setelah mendapatkan vaksin ini adalah demam ringan yang diikuti dengan rasa menggigil sehari setelah divaksin. Setelah itu tubuh akan baik-baik saja dan antivirus mulai terbentuk dalam tubuh.
Vaksin COVID-19 sedikit berbeda. Selain karena ini adalah vaksin yang baru diproduksi sewaktu pandemi, beberapa efek setelah mendapatkan vaksin ini cukup beragam dan berat. Belum lagi, vaksin ini harus diambil 2 kali berturut-turut selama jangka waktu 3 bulan. Satu hal lagi yang paling penting adalah vaksin ini aku ambil di saat jauh dari keluarga. Kalau ada sesuatu yang terjadi kepadaku siapa yang mau merawatku nanti. Namun, dengan modal keyakinan aku memberanikan diri untuk mengambil vaksin itu.
Udara mulai menjadi hangat, namun, angin yang selalu membawa udara dingin masih bertiup di awal musim panas di Boston. Aku pergi menuju ke tempat vaksin dengan menggunakan kaos lengan pendek yang dilapisi dengan jaket tipis. Jadwal vaksinku di jam 6 sore di sebuah klinik yang terletak dekat dengan Harvard University. Aku belum pernah menunjungi Harvard University sebelumnya. Jadi, kuputskan untuk sekalian mengunjungi kampus nomor satu di dunia itu sebelum divaksin.
Kampus yang diisi oleh bangunan-bangunan dengan nuansa arsitektur victorian itu membawaku kembali ke masa lalu. Atap bangunan yang mengerucut ke atas dan dengan detail yang elegan membuatku tak bisa berhenti untuk kagum. Sesekali aku mengabadikannya dengan kamera yang baru aku beli beberapa waktu yang lalu. Aroma rosemary yang begitu menenangkan hadir menambah suasana syahdu.