Daylight Saving Time di Boston dimulai sejak tanggal 10 Maret 2020. Secara bertahap, waktu mulai berangsur-angsur berjalan lebih lama dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Jika biasanya pada pukul 5 sore sudah gelap, kini, matahari masih menampakkan dirinya di waktu tersebut. Bahkan lebih lama hingga jam 8 malam. Sama seperti waktu aku pertama kali tiba di Boston setahun yang lalu.
Hujan sudah tidak pernah lagi menghampiri kota ini. Angin dingin dan sejuk hanya sesekali bertiup. Perubahan iklim merubah pakaian dan kebiasaan orang-orang di kota ini. Pakaian musim dingin sudah mulai tidak dipakai. Sebagian besar mereka hanya menggunakan kemeja tipis dan celana panjang. Beberapa diantaranya bahkan sudah mulai menggunakan kaos oblong biasa dengan celana pendek. Pemanas ruangan di apartemen-apartemen mulai dinonaktifkan berganti dengan AC portabel yang mulai dipasang di jendela-jendela apartemen sebagai persiapan menuju musim panas.
Wabah pandemi masih tetap membuat takut dan panik semua masyarakat di Amerika. Wabah yang memaksa perubahan sistem yang selama ini berjalan.
Transisi juga terjadi di sistem perkuliahanku. Sistem perkuliahan di semester sebelumnya yang menggabungkan antara sistem pertemuan di kelas dan sistem daring. Kini, sebagian besar sudah menggunakan sistem daring dengan website yang sudah dikembangkan oleh kampus. Mahasiswa yang ingin beraktifitas di kampus dibatasi dengan syarat melakukan tes swap gratis yang disediakan oleh kampus terlebih dahulu.
Di waktu peralihan sistem perkuliahan sewaktu pandemi, aku bersyukur karena tidak ada persyaratan dari lembaga penyedia beasiswa untuk kembali ke Indonesia. Mereka justru memberikan kebebasan kepada penerima beasiswa untuk memilih apakah mau melanjutkan sekolah atau kembali ke Indonesia. Aku teguh ingin menyelesaikan sekolahku yang hanya tersisa setahun di Boston.
Walaupun mendapat IPK tinggi di semester sebelumnya, aku masih harus berjuang di semester selanjutnya agar tidak mendapatkan IPK di bawah 3,00 sampai lulus. Masih tersisa 2 semester lagi.