Membawa Gamalama ke Boston

Muhammad Fitrah Pratama Teng
Chapter #33

Meninggalkan Nama


Elizabeth dan Kak Rahmi telah kembali ke Boston. Mereka ingin menikmati semester terakhir dan seremoni wisuda di kota ini. Aku dan Diana menjemput mereka berdua di bandara yang datang bersamaan. Diana sudah menyiapkan makanan di apartemennya untuk menyambut kedatangan Elizabeth dan Kak Rahmi. Dari bandara kami langsung menuju ke apartemennya mereka bertiga untuk menikmati makan siang.

“Bagaimana perjalanan tadi, Elizabeth dan Kak Rahmi?” Aku membuka obrolan setelah makan siang. “Wah, sudah lumayan membaik dibandingkan saat pulang di liburan musim panas lalu. Orang-orang kelihatannya sudah mulai tidak peduli dengan wabah penyakit ini ee.” Kak Rahmi mendeskripsikan apa yang dia alami sewaktu perjalanan menuju Boston dengan pesawat. “Asli. Kelihatan sekali mereka sudah tidak perduli lagi. Tapi aturan dari maskapai kalau semua harus tes swap sebelum berangkat dan pakai masker masih tetap berlaku dalam pesawat.” Elizabeth menambahkan sambil makan dengan lahapnya. Dia sepertinya kelaparan.

“Eh, tidak terasa ya, kitong sebentar lagi lulus semua. Rasanya baru kemarin kitong sampai di kota ini.” Celetukan Diana yang membuat kami semua menatapnya. “Iya juga ya, waktu terasa cepat berlalu.” Aku membenarkan apa yang Diana rasakan.

Serasa baru kemarin kami semua mendarat di Kota Boston. Tapi, saat ini sudah akan memasuki semester akhir perkuliahan. Aku langsung teringat ucapan spontan yang aku sampaikan ke Iksan dan Kak Vikar. Pertanyaan yang sama kutanyakan ke Elizabeth, Diana, dan Kak Rahmi. Mereka sebenarnya ingin sekali magang dulu setahun di Amerika sebelum balik ke Indonesia jika memang diberi kesempatan. Aku kembali mengulang ucapanku ke mereka bahwa aku ingin “Meninggalkan Nama” dulu sebelum balik ke Indonesia. Kali ini mereka semua menatapku kebingungan.

Setelah selesai makan siang, aku kembali ke apartemen dan menikmati tidur siang, rencananya sore nanti aku akan ke taman Boston Common untuk mengambil beberapa foto di musim dingin.

Udara sore yang tidak terlalu dingin membuatku cukup santai dalam mengambil beberapa foto. Walaupun wabah COVID-19 masih terus meningkat di Amerika, orang-orang sepertinya sudah mulai tidak perduli lagi dengan isu ini. Berbeda dengan musim dingin sebelumnya, kali ini sudah ada beberapa orang yang mulai bermain ice skating di salah satu sudut Boston Common. Mereka begitu menikmati walaupun tetap dengan protokol kesehatan yang masih diberlakukan di negara bagian Massachussetts.

Sudah sejam aku berkeliling taman Boston Common untuk memotret beberapa tempat dan momen. Aku beristirahat sejenak dengan duduk di sebuah bangku dekat dengan lapangan baseball kecil. Mataku tertuju ke sebuah papan yang menggantung di pagar kawat yang mengelilingi lapangan itu yang bertuliskan “Boston Strong”. Sekitar 10 papan bertuliskan slogan yang sama menggantung di pagar itu. Kucoba untuk memotret apa yang kulihat pada waktu itu.

Matahari mulai terbenam. Sudah waktunya kembali ke apartemen. Kunikmati makan malam di apartemen dengan menu nasi dan telur dadar ditambah sedikit kecap manis sebagai pelengkap. Sambil makan aku mencoba mencari informasi tentang makna dari papan yang aku lihat di taman Boston Common tadi sore di Google. Ternyata itu bukan sembarang slogan. “Boston Strong” adalah slogan penyemangat dari peristiwa pengeboman di Kota Boston di tahun 2013 silam.

Lihat selengkapnya