Rizqi melangkahkan kakinya dengan cepat menyusuri lorong rumah sakit. Matanya bergerak ke kanan dan kiri membaca nomor ruangan. Raut cemas terpatri diwajah tirusnya.
Ia lantas menghentikan langkahnya dan menatap nomor ruangan yang ada di sampingnya untuk memastikan. Sedetik kemudian ia kembali melangkahkan kakinya masuk ke ruangan itu dan menghampiri kakaknya yang kini sedang tertidur dengan posisi duduk. Kepalanya bersandar pada kedua tangannya yang ada di pinggir diranjang. Sedangkan Nayla juga sedang terlelap.
Rizqi menatap keduanya bergantian dengan raut sedih. Ia lantas mengelus kepala Nayla pelan yang langsung membuat Nayla mengerjapkan matanya seraya sedikit menggeliat. Safa yang merasakan ada gerakan juga langsung terbangun dan menegakkan badannya.
"Lah, kok jadi bangun semua," gumam Rizqi seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kakak tidur lagi aja. Biar aku yang jaga Nayla. Kamu juga Nay, tidur lagi biar cepet sembuh," katanya.
Safa menguap dan berdiri, "Kakak keluar sebentar kalo gitu." Ujar Safa yang dibalas anggukan oleh Rizqi.
Safa berlalu meninggalkan ruangan. Rizqi lantas meraih tangan Nayla yang tak tersambung dengan infus, "Udah baikan?" Tanyanya yang dibalas anggukan lemah oleh Nayla.
"Kamu nggak takut kan sama suntik? Masa udah gede takut."
Nayla menggeleng, "Nggak dong. Kata kak Safa nggak boleh takut," kata Nayla dengan nada lemas.
"Bagus," ujar Rizqi seraya menoel hidung Nayla.
***
Safa menatap satu persatu stand pedagang kaki lima yang berjejer di pinggir jalan, menimbang-nimbang akan membeli apa. Pandangannya lantas terhenti pada pedagang nasi pecel. Ia lantas berjalan mendekat dan segera memesan.
"Bu, saya pesen nasi pecel dua dibungkus. Yang satu nggak pake kecambah," ujarnya.
"Iya Mbak. Silakan duduk dulu," kata wanita itu ramah.
Ia lantas duduk dikursi panjang yang terbuat dari bambu bersama pembeli lainnya. Seraya menunggu ia mengedarkan pandangan ke sekitarnya. Pandangannya terkunci pada seorang cowok dengan kaos oranye yang berjalan seraya membawa peyek satu kresek besar. Cowok itu mendekati sang penjual nasi pecel.
"Arga," panggil Safa reflek.