Safa menatap jam dinding sekilas dan segera memasukkan baju serta sepatu hak tingginya ke dalam tas. Ia tak bisa menghabiskan malam minggu hanya dengan santai saja. Sedangkan keluarganya butuh uang untuk biaya makan dan sekolah.
Dari pintu kamarnya berdiri Rizqi yang kini sedang mengamatinya. Alisnya terlihat naik sebelah setelah melihat barang-barang yang akan dibawa oleh kakakknya.
"Kak, itu baju sama sepatu siapa? Aku nggak pernah liat kakak pake baju gituan." Tanyanya yang membuat Safa menghentikan kegiatannya.
Safa diam sejenak. Dalam hati ia merutuki diri sendiri karena lupa mengunci pintu kamarnya saking buru-burunya. Ia lantas mengambil buku-bukunya yang ada di atas meja dan menjawab pertanyaan Rizqi, "Punya temen. Kemarin waktu les ketinggalan. Yaudah kakak bawa aja biar aman," jawab Safa lalu memasukkan bukunya ke dalam tas.
Rizqi terlihat manggut-manggut dengan bibir membentuk bulatan kecil. Sedangkan Safa bernafas lega karena ia punya alasan agar adiknya percaya.
"Ini kan malem minggu, besok libur. Kok Kakak lesnya malah malem minggu?" Tanya Rizqi yang membuat Safa kembali berpikir mencari jawaban yang tepat.
"Ya ... Kalo hari-hari biasa rame. Kakak cari yang agak sepi biar bisa fokus. Lagian juga Kakak mau ikut olimpiade. Jadi harus lebih rajin lagi," Rizqi kembali manggut-manggut dan pergi meninggalkan kamar Safa.
"Syukur deh dia pergi," gumam Safa lalu mengambil alat make up-nya dan memasukkan ke dalam tas. Ia lantas menggendong tas ranselnya dan keluar dari kamar.
Ia menatap layar ponselnya yang kini menampakkan sebuah chat. Ia membalasnya dan segera menuju ke tempat yang telah ditentukan.
***
Safa menatap gedung yang menjulang tinggi di depannya. Sesaat ia diam. Dia menarik nafas dan menghembuskannya. Ia melangkahkan kakinya untuk masuk ke apartemen mewah itu. Hanya orang-orang yang beruang yang menempati apartemen. Jika dibandingkan dengan dirinya yang hanya tinggal di rumah kecil dan atap yang mulai bocor sangatlah jauh.
Ia membelalakkan mata saat kedua bola matanya menangkap sosok yang dikenalnya. Seseorang yang tadi sore belajar bersamanya di rumahnya. Sekaligus orang yang berhasil mencuri hatinya. Arga. Ya, orang itu adalah Arga.
Segera ia bersembunyi di balik pohon yang kebetulan tak tersorot oleh cahaya lampu. Hanya disinari oleh cahaya rembulan yang kini sedang menyaksikan gerak-geriknya.
Setelah Arga menghilang dari pandangannya, ia menghela nafas lega. Dia segera masuk ke dalam apartemen dan menaiki lift menuju lantai tujuh.
Sampai di lantai tujuh, ia segera mencari apartemen sesuai dengan nomor yang dibacanya pada ponselnya. Setelah menemukannya, diketuknya pintu apartemen itu tiga kali, disusul pintu terbuka dan menampakkan seorang pria yang kira-kira berumur tiga puluhan.
"Safa ya?" Tanya pria itu.