Membingkai Kata

rudy
Chapter #1

Prolog

 

Sebuah foto usang yang diletakkan di kepala ranjang Rani senantiasa menemani tidurnya, pagi siang dan malam. Foto itu sudah mulai pudar warnanya, karena bingkai yang menbungkus foto kurang rapat, dan memang tak bisa dirapatkan. Bingkai itu adalah buatan tangan Rani sendiri, digergaji dari sisa- sisa tripleks kemudian di rekatkan dengan satu potong kaca yang ukurannya kekecilan. Ketika dipaksakan, lembaran foto itu menjadi agak melengkung dan menyeruak keluar dari potongan triplek. Kelihatan sederhana, namun makan waktu seharian saat Rani mengerjakannya.

 

Saat itu Rani masih berumur sembilan tahun, sendirian bersusah payah berusaha memotong kayu tripleks hingga simetris. Sambil memperhatikan Lala yang saat itu masih usia lima tahun. Setiap satu dua kali menggerakkan gergaji kecil, tangan kiri Rani harus menarik mundur Lala yang ingin datang membantu. Lala menangis saat di tarik mundur, ia marah karena kakaknya bermain sendirian. Lala juga ingin bermain dengan mainan yang bisa berbunyi grasak grusuk seperti yang sedang di tangan Teh Rani. Lala tak pernah punya mainan seperti itu sejak ia lahir. Satu- satunya mainan yang Lala miliki adalah sebuah mainan batu yang agak berat, yang bentuknya seperti botol kecap. Dan cara memainkannya adalah dengan menggesek- gesekkan ke sebuah alat yang dari batu juga, yang berbentuk seperti mangkuk. Sambil menggesek Teteh Rani akan memasukkan cabe dan beberapa bumbu ke dalam mangkuk batu itu sambil berteriak, ‘yak hancurkan La, itu musuh- musuh kita.’ Dan Lala akan semakin bersemangat menggoyang batu yang seperti botol kecap itu. ‘Yang itu, yang merah dan besar jahat sekali Lala.’ Kembali Tetehnya berkata sambil tertawa girang. Dan Lala dengan gemas menekan dan menghancurkan si merah itu.

 

Lala sudah terbiasa dengan permainan menggesek seperti itu, maka ia tak bisa menerima kala Teh Rani tidak membiarkan dia mengayunkan tangan barang sekalipun untuk menghadapi sebuah papan yang sepertinya cukup keparat untuk di hancurkan. Lala kembali merangsek maju dengan mengeluarkan suara teriakan bagaikan kucing hendak berkelahi, menunjukkan bahwa ia tidak akan mengalah. Dia juga ingin menghancurkan papan keparat itu, teh Rani tak boleh bermain sendirian.

 

Lihat selengkapnya