"Akbar! Ayo buruan!" panggil salah satu temannya, menekan nada suara seolah berbisik sambil berlalu keluar dari perpustakaan kampus.
Akbar pun menata buku yang diambil dari rak-rak tentang sejarah dengan terburu-buru. "Iya, ini baru selesai," jawabnya pelan seraya memberi isyarat akan segera menyusul teman yang sudah berada di luar perpustakaan itu.
Begitu selesai mengembalikan buku-buku perpustakaan, Akbar bergegas menyusul teman-temannya. Ketika perjalanan kembali, tepat di penghujung lorong-lorong rak perpustakaan, Akbar tak sengaja menabrak seorang wanita. Manis. Rambut pendek berponi ala Jepang. Bermata sipit dengan tinggi sekitar 157 cm.
Buku yang dibawa wanita itu jatuh berantakan. Akbar reflek langsung mengambil buku di depannya, lalu memberikan kembali pada wanita manis yang sempat membuatnya terpesona, dan meminta maaf.
Belum lama setelah itu—sekitar delapan langkah menjauh—dengan keadaan masih kikuk akibat adegan tabrakan, ia kembali menabrak seorang wanita, dengan paras cantik, putih. Tingginya hampir sama dengan Akbar, sekitar 165 cm.
Wanita itu berkerudung paduan warna merah muda dan putih. Tampak anggun dengan motif bunga sakura yang berjatuhan, serasi disanding dengan terusan panjang berwana salem yang menawan.
"Eh..., Mbak. Maaf banget, ya. Buru-buru." Akbar salah tingkah. Baru saja ia menabrak di ujung lorong, lalu menabrak lagi.
"Masio keburu-buru,Mas. Lihat-lihat biar nggak nabrak-nabrak terus. Baru saja Mas nabrak Mbak itu tadi. Lah, sekarang nabrak lagi." Wanita itu bicara ketus dengan wajah berlipat sambil menunjuk wanita yang Akbar tabrak sebelumnya.
"Iya. Sekali lagi mohon maaf, Mbak." Akbar langsung berlalu pergi sambil menggeleng, masih tak percaya dalam waktu kurang dari semenit telah menabrak dua wanita sekaligus.
***
"Halo, Bar! Akbar! Jangan lupa ya nanti jam sembilan! Kita kumpul-kumpul di kafé Mizan depan kampus. Kita bahas acara Workshop kepenulisan yang bakal diselenggarakan satu bulan lagi. Kata Kak Samsul, anggota baru seperti kita juga disuruh ikut nimbrung. Sekalian buat bantu-bantu, walau baru dapat satu minggu gabung UKM," jelas Riyan—sahabat Akbar dari kecil, ditutup dengan tawa.
"Oke. Oke. Siap-siap, Ri. Tunggu di kosmu, ya! Kita berangkat dari sana," jawab Akbar sebelum menutup sambungan teleponnya.
****