Memeluk Bapak

Daruz Armedian
Chapter #32

Epilog

Sartre memang tidak keliru ketika bilang “Orang lain adalah neraka.” Ya, kadang orang lain adalah neraka. Orang lain yang mengintervensi, menyiksa, menjajah, menilai dengan membabi buta, dan lain sebagainya. Tapi tidak semua orang lain adalah neraka, bukan?

Walau bagaimanapun, seorang bapak yang sekarang jadi tukang becak ini tetaplah bapakku. Meskipun banyak kenangan buruk tentangnya, aku masih bisa mengingat momen-momen kecil yang membuatku terharu. Dia pernah memboncengkanku dengan sepeda reotnya untuk melihat lomba panjat pinang di acara Agustusan. Dia pernah membuatkanku mainan berupa pedang-pedangan dari pohon randu, pistol-pistolan dari pelepah pisang, juga layangan warna-warni. Dia pernah diam-diam memberiku uang yang luput dari pandangan Ibu. Dia juga yang mengajariku naik sepeda kecil. Dia juga yang membiarkan aku duduk di pundaknya untuk melihat bulan dan bintang-bintang lebih dekat.

Kelak dia yang akan mengantarkanku menikah dengan seseorang. Kelak mungkin dia juga yang akan menimang anakku. Kelak mungkin dia juga yang bangga melihat aku telah menjadi 'orang dewasa'.

Bayanganku makin menjauh. Di hari depan tak lagi ada sesuatu yang buruk terjadi padanya. Dan semoga kelak hanya kebahagiaan yang kami rasakan. Meskipun banyak kurangnya, meskipun sampai sekarang masih ada beberapa tindakannya yang tak sesuai dengan pandanganku, aku tetap bangga memilikinya. Aku bangga memiliki seorang bapak yang jadi tukang becak itu.[]


Lihat selengkapnya