Seharusnya interaksi Nia dan Jalu berhenti setelah pertukaran pesan di malam itu. Nia pikir ia hanya akan mengobrol sesekali dengan sang ketua panitia jika kebetulan bertemu, atau bertukar pesan jika sedang senggang. Namun, tiba-tiba saja ia mampu melihat Jalu di mana-mana. Bahkan di tengah kerumunan, pemuda itu dapat terlihat mencolok dengan senyum lebar serta tatapan tajamnya yang selalu mengarah kepada Nia.
Nia belum sempat menceritakan apa pun tentang Jalu kepada siapa pun, termasuk kepada Indri. Sahabatnya itu justru menjadi pihak yang lebih dulu banyak membeberkan tentang hal-hal menarik di rangkaian acara menuju hari pemilihan Putri Sawarga, termasuk para panitia penyelenggara yang menarik perhatian.
“Kupikir aku tidak bisa memikirkan apa pun selain hari di mana kita akan tampil di depan banyak penonton, tapi ternyata ada terlalu banyak hal seru di perayaan tahun ini,” cerita Indri dengan antusias. Tubuhnya sedikit melompat di tempat hingga saus yang melumuri sosis bakar di tangannya menetes ke atas tanah. “Kebanyakan panitianya juga anak-anak muda. Mereka semua terlihat rupawan.”
“Sebenarnya kamu fokus pada wajah mereka atau acaranya?” tanya Nia sambil menyeruput es teh manis dalam kemasan plastik. Ia hampir tersedak saat ujung matanya menangkap sosok Jalu berdiri tidak jauh dari mereka.
“Dua-duanya.” Indri terkekeh. Kedua matanya fokus memperhatikan orang-orang yang sibuk membersihkan area pantai dan sekitarnya. Sama seperti mereka, Indri dan Nia juga tengah mengenakan setelan baju olahraga, sebab mereka baru saja mengikuti acara Jalan Sehat. “Setelah ini, ayo, kita ikut bersih-bersih! Aku sudah bawa banyak sarung tangan. Plastik sampah tinggal minta ke panitia.”
Nia memutar bola matanya sekilas. “Kedengarannya kamu lebih semangat untuk berinteraksi dengan panitia daripada bersih-bersih,” komentarnya sinis, tetapi pada akhirnya ia tetap mengikuti jejak Indri. Ia bergerak dengan sedikit terburu-buru sebab ingin segera pergi menjauh dari Jalu yang sedari tadi hanya diam mengawasi.
Lama-lama Nia merasa sangat terganggu. Sejak hari itu Jalu tidak pernah absen menghubunginya setiap hari, baik melalui pesan singkat, panggilan suara, bahkan panggilan video. Topik yang dibicarakan cukup beragam, tetapi mayoritas berisi tentang keseharian Jalu sebagai ketua karang taruna sekaligus ketua panitia Ajang Pemilihan Putri Sawarga yang diadakan setiap tahun. Tampaknya pemuda itu sangat bangga akan berbagai pencapaiannya hingga ingin memamerkannya kepada Nia yang pada dasarnya bukan teman maupun sahabatnya.
Sesekali Nia tidak merespons pesan maupun panggilan Jalu, tetapi pemuda itu tetap bersikukuh menghubunginya seolah-olah tidak dapat menangkap sedikit pun sinyal penolakan dari sang gadis. Meskipun begitu, sampai saat ini Jalu tidak melakukan apa pun yang membahayakan Nia, sehingga Nia pun tidak merasa harus mengadu kepada siapa pun. Hanya saja, Nia tetap merasa tidak nyaman hingga setiap malam ia kesulitan untuk tidur.
***
“Kamania Saraswati.”
Sorak sorai kegembiraan terdengar keras setelah nama Nia diumumkan sebagai salah satu finalis Ajang Pemilihan Putri Sawarga. Sebuah kompetisi di mana para gadis yang berdomisili di seluruh wilayah Sukabwana bersaing untuk menjadi satu-satunya putri yang mewakili destinasi wisata Pantai Sawarga. Setelah melewati berbagai seleksi, mulai dari seleksi administrasi hingga berbagai tes yang menguji tingkat intelektual serta bakat, Nia akhirnya berhasil melangkah hingga ke tahap ini.