Anak hanyalah selembar kertas putih.
Bagaimana jalan hidupnya tergantung pada orang tua.
Mereka boleh menggores pena dan memberi warna,
tetapi berilah waktu supaya anak-anak bisa menentukan warnanya sendiri.
Namun, jangan lupa pada batas tepi supaya mereka tetap pada jalurnya.
(L.K)
🍁🍁🍁
Kesunyian malam mengisi perjalanan Biru dan Bang Lano menuju ke kantor polisi tempat Fajar bertugas. Biru lebih banyak diam dan memandang kelap-kelip lampu di sepanjang jalan.
Segala bentuk kekesalan yang sudah diucapkan di hadapan sang ayah lenyap begitu saja. Apa yang diutarakannya tadi hanyalah sebatas ucapan, tetapi tidak bisa dia laksanakan.
Hatinya masih berperan, menghadirkan perasaan welas asih ketika menerima laporan bahwa anak didiknya terlibat dalam balap motor liar dan beberapa diantaranya dalam kondisi mabuk.
"Bang, bisa lebih cepat? Mereka pasti pengin cepet pulang!"
Delano yang melihat kekhawatiran dari wajah sang adik melajukan mobil dengan lebih cepat lagi. Keduanya kembali terdiam, hingga mobil membawa mereke ke Polsek yang hanya berjarak kurang dari sepuluh kilometer dari sekolah.
"Jar, mereka di mana?" Biru terengah karena berlari dari parkiran ruangan tempat temannya bertugas dan meninggalkan kakaknya yang masih memarkirkan mobil.
"Duduk dulu. Aku jelasin semuanya. Ini masalah dua sekolah. Anak SMAPSA dan STM terlibat taruhan, balap liar juga konsumsi miras di jalanan sepi. Kita dapat laporannya dari warga karena kerumunan ini menjurus ke tawuran. Pas anggota sampai di sana kebetulan udah banyak yang teler. Sisa beberapa aja yang sadar dan malah mau baku hantam."
"Ada yang luka fisik? Atau korban jiwa dari kejadian itu? Anak-anak SMAPSA baik-baik saja?"
"Satu-satu, Bos. Aing bingung jawabnya. Mending langsung saja temui mereka. Sengaja sih emang dipisah dan nggak ditempatkan di sel. Kalau disatuin ntar tawurannya pindah. Mereka ada di ruang sebelah."
Biru mengekori temannya, Bripda Fajar. Teman semasa SD yang masih setia dan selalu menjalin tali silturahmi. Mereka saling memberi semangat dan nasihat jika salah satu ada yang terpuruk. Saling mengisi dan melengkapi sebagai teman.
Terdapat dua ruangan yang ditunjukkan oleh Bripda Fajar. Mereka baru saja melewati sebuah ruangan yang berisi beberapa siswa STM yang belum dijemput keluarganya.
"Sisa mereka yang belum dijemput keluarganya, lima anak sudah dijemput, tapi lima anak-anakmu ini kompak nggak ada yang kasih tahu nomer keluarganya. Aku ingat kamu salah satu guru mereka, makanya aku manggil kamu. Daripada mereka harus nginap di sini," ujar Bripda Fajar sambil membuka pintu.
Aroma alkohol langsung menusuk indera penciuman Biru. Tiga siswanya tampak tidur di lantai tanpa alas. Dua lainnya sekadar duduk dan langsung berdiri saat Biru memasuki ruangan.
"P-Pak Biru?" Dito langsung menyambut si guru BK dan menyalaminya. Begitu juga dengan Faris yang ikut beranjak dari duduknya.
"Bangunkan mereka," perintah Biru. "Jar, aku pinjam ruangannya dulu." Biru menoleh dan meminta persetujuan dari teman masa kecilnya.